Doakan Lelulur Ini yang Dilakukan Warga Boyolali

Ratusan warga mengikuti sadranan di pemakaman umum Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali. Foto : aji/jateng pos

JATENGPOS.CO.ID. BOYOLALI– Menjelang bulan ramadhan, tradisi sadranan mulai digelar warga di Boyolali. Selasa (1/5) kemarin, tradisi nyadran digelar di pemakaman umum Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk. Ratusan warga di lingkup RW 04 dan 05 mengikuti tradisi yang sudah berlangsung turun temurun ini.

Mereka antara lain dari Dukuh Mlambong, Rejosari, Gedongsari, Rejosari, Magersari, Tegalsari dan Wonodadi. Selain itu juga dari sejumlah dukuh maupuan desa lainnya yang memiliki leluhur atau sanak saudara yang dimakamkan di pemakaman umum tersebut.

Bahkan, para kerabat yang bekerja merantau ke luar daerah maupun luar Jawa, ada yang pulang untuk mengikuti acara sadranan yang digelar setiap tahun di bulan Ruwah (penanggalan jawa) ini.

Baca juga:  Pedagang Pasar Tradisional di Solo Akan Ikuti Vaksin COVID-19 Tahap Dua

Mereka membawa tenong maupun rinjing berisi berbagai makanan, nasi berikut lauknya dan buah-buahan. Tidak hanya orang dewasa, tetapi anak-anak juga ikut, sehingga suasana sadranan semakin meriah.

iklan

Acara diawali dengan bubak atau bersih-bersih makam yang dilaksanakan sehari sebelumnya, Senin (30/4). Sekitar pukul 06.00 WIB, ratusan warga dari berbagai dukuh itu sudah berbondong-bondong menuju makam. Dengan membawa peralatan tradisional seperti sabit dan cangkul, mereka membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar makam.

Kemudian Selasa (1/5), tradisi sadranan digelar. Sekitar pukul 10.00, warga mulai berdatangan ke pemakaman di sebelah utara Dukuh Mlambong itu dengan membawa tenong berisi berbagai macam makanan, nasi berikut lauknya serta buah-buahan. Cuaca panas tak menyurutkan antusiasme warga mengikuti tradisi yang merupakan kearifan lokal. Sebelum kendurenan sadranan dimulai, warga membaca tahlil dan dzikir.

Baca juga:  KPK Periksa Diah Anggraeni Terkait Kasus IPDN

Setelah dilakukan doa bersama yang dipimpin pemuka agama setempat, tenong pun dibuka dan makan bersama dimulai. Warga pun bebas mengambil makanan yang disukai, milik siapapun yang hadir. Mereka juga saling bertukar makanan.

Sesepuh warga setempat, Hadi Sutarno, mengatakan tradisi sadranan ini sudah dilaksanakan sejak jaman nenek moyang. Dimaksudkan untuk untuk mendoakan para leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal dunia.

“Sadranan ini utamanya untuk mengirim doa kepada para leluhur dan sanak keluarganya yang telah meninggal dunia. Memohon kepala Allah agar dosa-dosanya dapat diampuni dan mendapat tempat yang layak disisi Tuhan,” kata Ketua RW 04 Desa Sruni ini.

Selain itu, lanjut dia, juga untuk melestarikan tradisi yang sudah menjadi budaya peninggalan nenek moyang. Setelah acara sadranan, selanjutnya diikuti dengan melakukan ziarah ke makam para leluhurnya atau yang oleh warga biasa disebut besik. Hanya saja waktunya bebas, tetapi sebelum bulan ramadhan tiba. (aji/muz)

Baca juga:  Ekspor Perikanan Jateng Meningkat 40 Persen
iklan