Dukung Cegah Stunting, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Sukoharjo Terima Pembekalan Soal Stunting

STOP STUNTING: Bhabinkamtibmas dan Babinsa Sukoharjo mendapatkan pengetahuan soal stunting.

JATENGPOS.CO.ID, SUKOHARJO – Stunting masih menjadi isu kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia. Data di Sukoharjo angka stunting sebesar 8,1 persen, meskipun jauh dibawah angka nasional 24 persen, namun masih menjadi kewaspadaan dan perhatian dari pemerintah.

Tidak hanya menjadi tugas pemerintah namun juga peran pihak lain, termasuk Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Menguatkan peran dalam masyarakat, Polres Sukoharjo menggelar sosialisasi dan pembekalan kepada Bhabinkamtibmas dan Babinsa, terkait pencegahan Stunting, di Aula Panjura Polres Sukoharjo, Selasa (31/1/2023).

“Penerjunan Bhabinkamtibmas dalam mencegah stunting tersebut karena merupakan petugas kepolisian yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Setelah mendapat sosialisasi, para Bhabinkamtibmas bersama babinsa ini nantinya akan menyampaikan upaya penanggulangan stunting kepada warga masyarakat di daerah tugasnya bekerja sama dengan kader posyandu setempat,” ungkap Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho melalui Wakapolres Kompol Teguh.

Kompol Teguh menambahkan, upaya tersebut dilakukan guna mendukung program dari Pemerintah terkait penanggulangan dan pengurangan angka stunting.

“Berdasarkan instruksi dari bapak Kapolri, institusi kepolisian bekerja sama dengan instansi terkait akan melaksanakan program penanggulangan Stunting yang ada di wilayahnya masing-masing, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Sukoharjo,” jelasnya.

Diketahui, angka stunting Kabupaten Sukoharjo berada pada 8,10% dari hasil penimbangan serentak yang dilaksanakan pada Agustus 2022 lalu. Meski masih jauh dari angka stunting nasional yang berada pada 24% Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berupaya menekan angka kasus tersebut.

Dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo, Tri Tuti Rahayu menyebut angka 8,10% memang lebih tinggi dibandingkan angka stunting pada 2021 yang berada pada 7,11%. Namun hal tersebut menurutnya tidak dapat dibandingkan mengingat angka 7,11% diambil dari data berat badan sekitar 70% anak di Sukoharjo. Sementara jumlah 8,10% berasal dari 93,5% anak.

“Sebelumnya kami menggunakan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan hanya mengambil sampel berat badan anak. Pada tahun 2022 kami menggunakan aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat [e-PPGBM] dengan sasaran seluruh anak di Posyandu. Sehingga keduanya tidak bisa dibandingkan,” jelas Tri Tuti. (dea/sgt)