Oleh:Anis Nurohmah, M.Pd. (SMA Negeri 1 Andong)
JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG- Michael Fullan (2018) melalui gagasan Deep Learning memberikan paradigma baru dalam pendidikan yakni jika kita ingin murid mampu berkembang dengan cepat di masa yang penuh tantangan dan perubahan, mampu berpikir kritis dalam situasi baru, serta berkontribusi bagi perubahan dunia, maka kita perlu menata ulang sistem pembelajaran.
Prinsip-prinsip Deep Learning dari Michael Fullan inilah yang membuat pendekatan Pembelajaran Mendalam diadaptasi di Indonesia. Pembelajaran Mendalam menjadi sebuah pendekatan yang memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan metode pembelajaran interdisipliner, dimana beberapa mata pelajaran yang berbeda rumpun dapat saling berkolaborasi memberikan penguatan kepada murid terkait pembelajaran yang konstektual dan terintegrasi dengan teknologi masa kini.
Di masa VUCA—Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity—dunia pendidikan menghadapi tantangan besar: derasnya arus informasi, hoaks, dan bias media. Hasil Rapor Pendidikan 2025 menunjukkan penurunan kemampuan literasi murid SMA Negeri 1 Andong sebesar 20% dibanding tahun sebelumnya. Untuk memahami penyebabnya, dilakukan survei terhadap 36 murid kelas XI.9. Hasilnya, sebagian besar murid setuju bahwa mereka masih kesulitan menganalisis informasi dan menarik kesimpulan secara kritis.
Berdasarkan kondisi tersebut, guru merancang pembelajaran interdisipliner yang mengintegrasikan mata pelajaran sejarah, bahasa Indonesia, sosiologi, dan TIK. Tujuannya, meningkatkan literasi murid melalui kegiatan yang memadukan keterampilan menulis, berpikir sosial, berpikir komputasional, dan pemanfaatan teknologi digital.
Pembelajaran interdisipliner didukung dengan pembuatan media pembelajaran yakni inovasi LUMINA (Learning Unity through Multidisciplinary Inquiry for Narrative Awareness). Guru membuat konten pembelajaran menggunakan Lumi Education yang tergolong murah secara ongkos dan mudah secara penggunaan.
Dalam praktiknya, LUMINA mengajak murid menghasilkan karya naratif digital yang terintegrasi dari empat mata pelajaran. Guru Bahasa Indonesia membimbing penulisan teks, guru sosiologi memperkuat pemahaman konflik sosial, guru TIK mengajarkan desain grafis, sedangkan guru sejarah mengarahkan konteks peristiwa sejarah yang terjadi akibat konflik sosial. Karya murid kemudian dikompilasi menjadi e-book kolaboratif sebagai bukti penguasaan literasi lintas disiplin.
Sebelum pelaksanaan, dilakukan analisis masalah, antara lain guru belum memahami penyusunan pembelajaran interdisipliner, pemanfaatan TIK belum optimal, dan pembelajaran masih individual serta kurang kontekstual. Solusinya ditempuh melalui siklus inkuiri kolaboratif, yang terdiri dari empat tahap: assess, design, implement, dan reflect. Setiap tahap melibatkan murid, guru, kepala sekolah, dan orang tua sebagai bagian dari ekosistem belajar.
Dalam empat kali pertemuan open class, murid menggunakan LUMINA untuk belajar mengidentifikasi peristiwa sejarah, menganalisisnya dengan teori konflik sosial, menulis naratifnya, dan mendesain tampilan karya menggunakan Canva. Aktivitas windows shopping di akhir pembelajaran memungkinkan murid mempresentasikan karya dan menerima umpan balik langsung dari guru dan teman sejawat.
Hasilnya, pembelajaran interdisipliner dengan LUMINA meningkatkan keterampilan berpikir kritis, komunikasi, dan literasi digital murid. Mereka mampu memahami makna sejarah secara mendalam, menulis teks naratif dengan sudut pandang sosial, serta menyajikan karya secara kreatif dan menarik. Kepala sekolah, rekan guru, dan orang tua memberikan apresiasi positif terhadap inovasi ini karena mampu membangun kolaborasi lintas mata pelajaran yang nyata.
Dari praktik baik ini, terdapat tiga pelajaran penting: (1) inkuiri kolaboratif efektif sebagai solusi dalam menghadapi tantangan pembelajaran, (2) teknologi dapat digunakan secara bijak untuk memperkuat literasi, dan (3) dukungan semua pihak sangat penting dalam mewujudkan pembelajaran yang holistik.
Dengan pola pikir bertumbuh, guru dapat terus memperbaiki praktik mengajar melalui refleksi, kolaborasi, dan inovasi. Inisiatif seperti LUMINA menjadi bukti bahwa pembelajaran mendalam bukan hanya konsep, tetapi wujud nyata perubahan paradigma menuju pendidikan yang lebih bermakna dan berkelanjutan. (*/jan)