JATENGPOS.CO.ID, YOGYAKARTA— Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) bersama Bank BPD DIY menggelar Seminar Nasional BPD se-Indonesia (BPDSI) di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis (7/8), mengusung tema ‘Implementasi Sistem Keuangan Desa Melalui BPDSI untuk Mendukung Tata Kelola Keuangan Desa’.
Ketua Umum Asbanda, Agus Haryoto Widodo mengatakan, kehadiran Bank Pembangunan Daerah (BPD) bukan sekadar lembaga intermediasi keuangan, melainkan aktor strategis pembangunan daerah.
“Perannya mencakup mendorong pertumbuhan ekonomi, mengelola kas daerah, hingga menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD),” kata Agus, yang juga menjabat Direktur Utama Bank DKI Jakarta.
Dalam konteks tata kelola desa, lanjut Agus, Asbanda mendukung penuh transformasi digital melalui sistem seperti Siskeudes dan SP2D Online dalam aplikasi SIPD.
“Kami bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendorong digitalisasi fiskal daerah. Sistem ini memperkuat transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas di tingkat desa,” tegasnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, turut menekankan pentingnya digitalisasi sebagai bagian dari pembaruan birokrasi. Menurutnya, implementasi Siskeudes adalah bukti bahwa sistem digital dapat meningkatkan akuntabilitas tata kelola anggaran desa.
“Sistem ini bukan hanya mempercepat pencairan dana, tetapi juga mempersempit celah manipulasi dan memperluas transparansi,” ujar Sri Sultan.
Sri Sultan juga menyebut, integrasi Siskeudes dengan layanan Cash Management System (CMS) BPD menjadi langkah konkret menuju keadilan fiskal desa. Ia menyebut BPDSI sebagai katalisator transformasi bukan hanya secara finansial, tetapi juga dalam tata kelola pemerintahan desa yang modern dan kolaboratif.
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional, antara lain Bahri (Direktur Fasilitasi Perencanaan Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kemendagri), Jaka Sucipta (Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Kemenkeu), serta Eko B. Supriyanto (Chairman Infobank Institute).
Bahri memaparkan, Kemendagri terus mendorong pengelolaan keuangan desa berbasis transaksi non-tunai, salah satunya melalui integrasi Siskeudes dengan CMS Bank.
“Versi terbaru aplikasi ini mendukung input otomatis pajak dan transaksi desa sebagai dasar pengambilan kebijakan fiskal,” jelasnya.
Ia mencatat, hingga kini sebanyak 115 kabupaten/kota dan 11.070 desa telah menerapkan transaksi non-tunai. Khusus di DIY, tiga kabupaten — Bantul, Sleman, dan Gunungkidul — telah menjalankannya secara penuh.
Sementara itu, Jaka Sucipta dari Kemenkeu menjelaskan bahwa sejak 2015 hingga kini, total dana desa yang digelontorkan pemerintah telah mencapai Rp678,9 triliun. “Dari sisi pengelolaan, 95,3% desa telah menggunakan Siskeudes, namun sekitar 3.000 desa belum bisa mengaksesnya karena keterbatasan jaringan,” ungkapnya.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Kemenkeu tengah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Keuangan Desa Teman Desa (SIKD Teman Desa), terutama untuk desa-desa yang masih menggunakan versi desktop non-aplikasi dari Siskeudes.
Eko B. Supriyanto dalam paparannya menyoroti sejumlah tantangan implementasi sistem digital desa. Pertama, keterbatasan keterampilan perangkat desa dalam mengoperasikan aplikasi. Kedua, minimnya infrastruktur seperti komputer dan akses internet di beberapa wilayah. Ketiga, potensi serangan siber.
“BPD secara IT sudah solid, tapi titik rawan justru di pemerintah desa sebagai pengguna. Serangan siber bisa menyasar celah itu,” jelas Eko.
Ia juga menambahkan pentingnya dukungan teknis dari pusat agar tidak mengurangi kepercayaan pengguna terhadap sistem.
“Masalah bug dan kurangnya bantuan teknis harus segera diatasi,” pungkasnya.(aln)