JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Sejumlah ekonom, akademisi, dan pemangku kebijakan berkumpul dalam seminar bertajuk “Perekonomian Indonesia di Simpang Jalan” di Hotel Adhiwangsa Solo pada Jumat (29/8/2025). Acara ini merupakan kolaborasi antara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Solo, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Solo, dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Solo.
Salah satu narasumber, Dr. Budiyono, seorang pengusaha sekaligus dosen ITB AAS, mengungkapkan keprihatinannya. Ia menilai perekonomian Indonesia belum stabil, meskipun sudah 80 tahun merdeka. Ia menyoroti ketergantungan APBN pada pajak, sementara sumber-sumber non-pajak, seperti BUMN, banyak yang tidak produktif dan bahkan merugi.
“Banyak BUMN yang tidak menghasilkan profit, bahkan merugi, seperti contohnya Garuda Indonesia yang mendapat penyertaan modal hingga Rp20 triliun,” kata Budiyono.
Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam menggali potensi APBN di luar pajak.
Budiyono juga mengkritik data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang dinilainya tidak akurat dan tidak konsisten dengan kondisi di lapangan.
Ia mencontohkan data pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2025 sebesar 5,12% dianggap janggal karena tidak ada momentum hari besar yang biasa mendongkrak ekonomi.
“Investasi dicatat tumbuh tinggi karena termasuk belanja alat pertahanan. Seharusnya masuk government spending, bukan investasi,” paparnya.
Ia juga menambahkan bahwa data kemiskinan dari PBB, yang menyebut 60,3% penduduk Indonesia masih miskin, menunjukkan ketidaksesuaian dengan data resmi.
Meskipun demikian, Budiyono menilai Indonesia masih memiliki ketahanan ekonomi yang kuat berkat solidaritas sosial dan besarnya sektor ekonomi informal. Sektor ini, meskipun tidak tercatat, terbukti mampu menopang kehidupan banyak masyarakat.
Sebagai solusi, ia menyarankan pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dengan menyederhanakan birokrasi, mempercepat layanan, dan memangkas biaya yang tidak efisien. Selain itu, ia juga mengusulkan subsidi bunga pinjaman bagi pengusaha dengan omzet tahunan di bawah Rp10 miliar untuk menjaga daya tahan ekonomi.(dea/rit)