Empat Money Changer di Jateng Tak Berizin

KUPVA: Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Jateng, Soekowardojo, saat memberikan keterangan pers terkait KUPVA kepada wartawan, Selasa (3/9).
KUPVA: Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Jateng, Soekowardojo, saat memberikan keterangan pers terkait KUPVA kepada wartawan, Selasa (3/9).

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah mencatat, masih ada empat KUPVA Bukan Bank (KUPVA BB) atau biasa dikenal di masyarakat dengan nama money changer yang tidak berizin. Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Jateng, Soekowardojo mengatakan, di wilayah Jateng sedikitnya saat ini ada 25 money changer yang tersebar di 11 kantor cabang dan 4 money changer di luar Jateng yang di awasi oleh BI Jateng.

“Dari money changer yang ada tersebut, kita mendapati masih ada empat kegiatan penukaran valuta asing belum melakukan izin ke BI, satu di Demak, satu di Purwodadi, dan dua di Magelang,” kata Soekowardojo, Selasa (3/9).

Baca juga:  Kegiatan Usaha di Jateng Meningkat

Dijelaskan, masih adanya money changer yang belum melakukan izin tersebut lantaran mereka enggan dengan berbagai laporan usaha, seperti laporan keuangan dan sebagainya. Padahal, dengan mengajukan izin akan memberikan kenyamanan dan kepastian bagi konsumen maupun badan usaha tersebut jika suatu hari terjadi masalah. Disebutkan, BI pun mengutamakan pendekatan persuasif dan memberikan edukasi agar money changer tersebut memahami dan mau mengajukan izin.

“Kita melakukan pendekatan persuasif agar mereka mau mengajukan izin. Setelah melakukan izin kita bisa awasi, kita bina, karena kami tidak ingin KUPVA bukan bank ini digunakan untuk kendaraan pendanaan money laundry dan teroris,” ucapnya.

iklan

Menurutnya, pada semester I/2019 transaksi di money changer tercatat naik 6% mencapai Rp 1,47 triliun dibandingkan semester I 2018 yang mencapai Rp 1,42 triliun.

Baca juga:  Pembinaan Peternak untuk Hasil Berkualitas

“Masyarakat yang melakukan transaksi di money changer, 45% merupakan pegawai swasta, 33% TKI, dan sisanya ada ibu rumah tangga,” pungkasnya.(aln/muz)

iklan