JATENGPOS.CO.ID, KLUNGKUNG – Berkunjung ke Desa Kamasan Klungkung bisa menjadi pengalaman yang menarik dalam menghabiskan masa liburan Anda di Bali. Desa Kamasan memiliki pesona keindahan yang sangat unik. Bukan karena indahnya pemandangan alam yang ada di sana, namun keelokan seni tradisional yang menjadi ciri khas Desa Kamasan.
Berkunjung ke Desa Kemasan, Anda akan disuguhi fenomena keindahan seni yang tercipta dalam lukisan wayang. Kesenian dalam balutan lukisan wayang ini sudah mendarah daging, sehingga memiliki corak dan ciri khas yang tidak ditemui di tempat lain. Tak hanya seni lukis wayang, di Desa Kamasan Klungkung juga berkembang seni tari, seni ukir, seni musik dan juga kerajinan perak dan emas.
Lukisan wayang dari Desa Kamasan ini memiliki detail yang unik dan memiliki pesan dalam setiap gambar yang dilukis. Kebanyakan mengambil cerita dari kisah Ramayana, Kitab Arjuna Wiwaha, Mahabarata atau Kitab Sutasoma. Para seniman di Kamasan sangat piawai dalam pekerjaan seni mereka. Hasil ukiran ataupun lukisan wayangnya tampak begitu sempurna, dengan aplikasi warna yang menarik.
Salah satu aplikasi lukisan wayang Kamasan dapat ditemukan di Taman Gili Kerta Gosa, Klungkung. Yang mana Taman Gili Kerta Gosa tersebut merupakan peninggalan bersejarah dari Kerajaan Klungkung.
Menurut sejarahnya, arti Kamasan bermakna benih yang bagus. Sejak dahulu desa ini sudah terkenal akan pengrajinnya yang dikenal sebagai “pandai mas”. Pada tahun 1380-1651 keahlian para pengrajin di Desa Kamasan ini dimanfaatkan oleh Raja Ida Dalem untuk membuat aneka kerajinan lukisan dan ukiran dari emas dan perak.
Hasil karya seni tersebut bahkan dipergunakan untuk perhiasan di Keraton Suweca Linggaarsa Gelgel. Bahkan, seni lukis wayang juga digunakan sebagai hiasan dalam berbagai dekorasi seperti umbul-umbul, kain hiasan (parba dan ider-ider), atau sebagai pelengkap pada dekorasi pura atau bangunan dalam komplek keraton.
Desa Kamasan berdiri di lahan seluas 249 hektar dan terbagi dalam 10 banjar. Kebanyakan pelukis wayang menetap di Banjar Sangging, sedangkan para pengrajin bertempat di Banjar Pandemas.
Wisatawan yang datang juga bisa menyaksikan proses melukis atau pengrajin yang sedang bekerja. Bahkan para pengrajin ini tidak merasa aktivitas mereka terganggu oleh kedatangan wisatawan. Dengan senang hati mereka melayani dan menjawab pertanyaan jika memang ada hal-hal yang ditanyakan oleh wisatawan. Dengan begini, setidaknya wisatawan dapat mengerti bagaimana proses sebuah karya seni dapat tercipta.
Kisah Desa Kamasan terungkap kala rombongan media yang mengikuti program “We Love Bali” Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) mengunjungi desa tersebut. Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event) Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani menuturkan, terbatasnya mobilitas masyarakat, ditutupnya penerbangan internasional serta ditutupnya tempat-tempat rekreasi dan hiburan memberikan dampak ekonomi sangat besar terhadap sektor pariwisata. Harus diakui, pariwisata merupakan sektor yang paling pertama terdampak imbas pandemi COVID-19. “Sebagai pintu gerbang utama Indonesia yang telah memberikan kontribusi tertinggi terhadap pariwisata nasional, Pulau Bali mendapatkan pukulan telak akibat pandemi COVID-19,” tutur Rizki, Minggu (6/12/2020).
Upaya pemulihan pun dilakukan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali membentuk Tim Percepatan Pemulihan Pariwisata Bali. Kemenparekraf/Baparekraf memberi dukungan penuh berupa stimulus pembiayaan program. Event itu kemudian dirumuskan menjadi “We Love Bali”. Implementasi program tersebut dalam bentuk pembiayaan masyarakat lokal yang berlibur dan menikmati daya tarik wisata Bali. Mereka juga diperkenalkan dan diedukasi tentang program CHSE yaitu cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan) dan environment friendly (ramah lingkungan) yang merupakan standar protokol kesehatan di masa pandemi.
“Program “We Love Bali” ini merupakan implementasi penerapan CHSE. Program ini direalisasikan sebagai bentuk dukungan kepada para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif termasuk hotel, usaha perjalanan wisata, usaha transport, pemandu wisata, restoran, daerah tujuan wisata, UMKM dan lain sebagainya,” tutur Rizki.
Seluruh destinasi wisata di Bali, baik yang sudah populer maupun rintisan yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Bali dijamah oleh program “We Love Bali”. Rizki menerangkan jika program “We Love Bali” ini bukan tanpa tujuan. “Goals-nya adalah memberikan edukasi penerapan protokol CHSE kepada peserta, pelaku usaha pariwisata dan masyarakat di destinasi wisata, sebagai sarana memperkenalkan destinasi/atraksi wisata baru yang tersebar di seluruh Pulau Bali,” ujarnya. Selain itu, program ini juga bertujuan mempromosikan pariwisata Bali Era Baru melalui media sosial peserta, menyiapkan pariwisata Bali untuk menyambut wisatawan mancanegara sejalan dengan Pergub Nomor 46 Tahun 2020 dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di destinasi wisata yang dikunjungi.
“Pelaksanaan protokol kesehatan dilakukan dengan ketat di setiap daya tarik wisata yang dikunjungi, seperti wajib mengikuti pengecekan suhu tubuh, mencuci tangan sebelum memasuki daya tarik wisata, menggunakan handsanitizer, mengenakan masker dan menjaga jarak saat berkunjung ke destinasi wisata,” jelasnya.
“Selama perjalanan peserta akan diberikan pengertian dan diingatkan untuk mentaati protokol kesehatan dan juga sekaligus diajak untuk peduli terhadap lingkungan dan menjaga pelestarian alam pada setiap destinasi wisata yang dikunjungi,” tambah Rizki.
Melalui program ini Rizki berharap peserta ikut menjadi duta pariwisata yang dapat menggaungkan bahwa Bali siap menerima kunjungan wisatawan dengan penerapan protokol kesehatan yang baik, sekaligus memberi contoh pada masyarakat bagaimana cara berwisata yang aman dan bertanggungjawab untuk mencegah penularan Covid-19.(*)