JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) kembali menggelar Bekraf Developer Day (BDD) di Kota Solo, Sabtu (5/10). Adapun tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas para developer, khususnya di kota bengawan.
Deputi Infrastruktur Bekraf, Hari Santosa Sungkari mengatakan, BDD merupakan salah satu program unggulan yang menghadirkan para pakar dan pelaku industri kreatif digital untuk menginspirasi peserta dalam mengembangkan aplikasi dan game.
“Dalam kegiatan ini para developer lokal bisa berinteraksi langsung dengan para praktisi platform besar. Sehingga diharapkan mampu memicu semangat kemandirian dan kewirausahaan guna meningkatkan kapasitas dan kompetensi yang berkualitas bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya sub sektor aplikasi, game, web serta internet of things (IoT),” paparnya.
Selain itu, diharapkan mampu memunculkan kompetensi sehat dan berkualitas antar developer serta menciptakan solusi untuk memecahkan permasalahan lokal dalam bentuk karya digital.
“Tahun ini BDD mengusung tema peluang dan tantangan menghadapi era revolusi 4.0. Solo merupakan kota ke delapan penyelenggaraan BDD setelah Bandar Lampung, Gorontalo, Mataram, Purwokerto, Pontianak, Malang dan Samarinda,” urainya.
Ditambahkan pendiri platform Dicoding.com, Narendra Wicaksono, Kegiatan BDD merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menambal salah satu masalah yang dihadapi developer di Indonesia. Yakni, kurangnya developer expert yang bisa membina para developer muda. Sehingga perkembangan dunia digital Indonesia tak semakin tertinggal.
“Dalam BDD para developer bisa bertemu dan mendapatkan tranfers knowledge dari para praktisi digital yang sudah menggurita. Seperti di BDD di Kota Solo ini dihadirkan CEO Educa Sutido, Andi Taru, kemudian ada Head of Educatioan Programs Google, William Florence, kemudian ada Irsan Suryadi dari Cloud Seller-IBM dan banyak praktisi lainnya. Sehingga para developer muda bisa mendapatkan gambaran apa yang harus dilakukan ke depannya agar bisa bersaing di dunia digital,” paparnya.
Narend mengakui jika saat ini Indonesia masih kekurangan expert developer. Bahkan dari survey yang pernah dilakukannya, jumlahnya baru berkisar 7 persen dari developer yang ada.
Padahal, keberadaan dan peran expert developer lokal ini penting. Karena mereka punya kemampuan atau capability berupa hasil platform sebagai bukti keberhasilan mereka. Sehingga diharaokan meninspirasi dan memberikan gambaran kepada para developer pemula apa yang harus dilakukan.
“Apalagi dari program studi IT yang ada di universitas di Indonesia saat ini yang mencapai 850 jurusan. Tidak semua memiliki pengajar yang capable. Ditambah kurikulum yang jauh tertinggal membuat lulusan IT kadang kesulitan mendapatkan pekerjaan jika tak meng-upgrade diri sendiri di luar kurikulum,” ujarnya. (jay/bis/rit)