AGAM. JATENGPOS.CO.ID- Sebanyak 75 pendaki dinyatakan terjebak erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat (Sumbar). Data terakhir menyebutkan sebanyak 53 pendaki ditemukan dalam keadaan selamat, sedangkan 13 orang meninggal dunia, dan 10 lainnya masih hilang.
Tragedi bencana alam ini dilaporkan di luar dugaan. Gunung aktif terletak di antara Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam dan Kotamadya Padang Panjang itu, meletus pada Minggu, 3 Desember sekitar pukul 14.54 WIB. Muntahan kolom abu berisi berisi material vulkanik menjulang hingga 3.000 meter dari puncak kawah.
Suara gemuruh mengiringi material vulkanik tersembur dari kawah terdengar menggema di gunung berketinggian 2.891 mdpl tersebut. Hasil rekaman seismogram Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), erupsi Marapi mencatat maksimum 30 mm dan durasi 4 menit 41 detik.
Kepala Kantor SAR Padang Abdul Malik dalam keterangan videonya, Selasa (5/12/2023) menyebutkan, total ada 13 orang pendaki yang ditemukan dalam keadaan meninggal. Sebanyak 5 korban diantaranya sudah diketahui identitasnya, dan sudah dibawa keluarga korban untuk disemayamkan.
“Dari 75 pendaki, 57 sudah dievakuasi dari Gunung Marapi. Dengan keterangan 52 orang dalam keadaan selamat dan 13 orang lainnya dalam keadaan meninggal dunia,” ucapnya.
Sedangkan 10 pendaki lainnya dalam upaya evakuasi tim SAR gabungan. Mengenai keadaan 10 korban ini, Abdul Malik belum mengetahui. “Untuk keadaan 10 orang yang belum kita evakuasi, kita belum bisa memastikan korban dalam keadaan meninggal dunia,” jelasnya.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menyebut ada dugaan kelalaian dalam pemberian ijin pendakian Gunung Marapi. Dengan status Waspada, PVBMG telah merekomendasikan larangan mendekati kawah hingga radius 3 kilometer.
Disebutkan, sebanyak 75 pendaki mengantongi ijin pendakian Gunung Marapi, yang ada di perbatasan Kabupaten Agam dan Tanah Datar Sumatera Barat (Sumbar), itu pada Jumat (1/11/2023) hingga Minggu (3/12) pukul 11.00 WIB. Petaka letusan terjadi pada Minggu pukul 14:54 WIB.
Erupsi eksplosif terjadi dengan tinggi kolom abu 5.891 mdpl atau sekitar 3.000 meter di atas puncak gunung. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas condong ke arah timur. Erupsi itu terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 30 milimeter dan durasi 4 menit 41 detik.
“Status Gunung Marapi itu Waspada sejak 2011, rekomendasinya warga dilarang mendekat dalam radius 3 kilometer dari puncak. Artinya, seharusnya tidak boleh ada pendakian ke puncak,” tegas Hendra Gunawan, dilansir dari detikcom, Selasa (5/12/2023).
“Erupsi Gunung Marapi akan terus berulang, tetapi tidak tahu kapan. Mendaki gunung boleh, tetapi dilarang mendekat ke puncak. Jadi, seharusnya tidak ada pendakian ke puncak,” tegasnya lagi.
Merujuk data Basarnas, di antara 75 pendaki itu, sebanyak 53 pendaki di antaranya sudah ditemukan selamat. Kondisi mereka saat ditemukan sebagian mengalami luka bakar, patah tulang, dan dirawat di rumah sakit di Padang Panjang dan Bukittinggi.
“Peristiwa ini mirip dengan yang terjadi pada 2017, saat itu tidak ada korban jiwa. Mungkin orang kemudian lupa dan menjadi tidak waspada,” tandasnya.
Ketua Forum Tri Arga (Gunung Marapi, Gunung Singgalang, dan Gunung Tandikat) Doles menyebut tidak ada tanda mencolok saat Marapi erupsi. Hanya terdengar suara gemuruh yang menyerupai tanda akan hujan.
“Masyarakat menyangkanya itu kayak geluduk biasa aja kayak mau hujan,” kata Doles. Kejadian itu juga tak terlalu diperhatikan oleh warga lokal. Apalagi berpikir akan ada banyak korban di atas gunung.
“Kebetulan di daerah sini lagi berawan. Disangkanya geluduk aja. Nggak tahunya geluduknya beda. Itu seperti orang bongkar batu dari truk. Kaget pada keluar semuanya,” kata dia.
Doles menyebut bahwa hanya sebagian warga yang merasakan gempa yang juga tidak terlalu besar itu. Karena, tiada guncangan berarti dan rumah pun hanya bergetar dalam skala kecil.
Erupsi Marapi kali ini tidak seperti letusan pada enam tahun yang lalu. Perbandingan utamanya yakni tiada hewan yang turun gunung.
“Kalau dipikir-pikir itu tanda-tandanya itu di luar kebiasaan. Contoh, pada 2017 itu binatang pada turun. Orang di kampung ini ketemu rusa dan ada saja yang aneh-aneh. Langsung orang tua bisa merasa menggambarkan kayaknya ini mau ada kejadian,” jelasnya.
Penginapan Keluarga Korban
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan jajaran kepolisian di Sumbar sudah menurunkan tim untuk memberi bantuan kepada warga.
“Untuk masalah peristiwa bencana yang terjadi, kita tentunya segera dan saat ini saya kira wilayah sudah menurunkan tim untuk melakukan langkah-langkah mitigasi,” ujar Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Sigit mengatakan pertolongan sedang dilakukan. Dia mengatakan jajarannya juga akan mengambil langkah lebih lanjut untuk membantu korban. “Langkah-langkah lanjut, termasuk pertolongan dan sebagainya, saat ini sedang dilaksanakan,” ucapnya.
“Kalau di kampung-kampung itu biasanya, minimal sejam sebelum ada gempa ayam-ayam berkotek ramai. Kalau ada sapi, di kandangnya mereka bersuara. Sekarang nggak ada tanda-tanda sama sekali. Langsung aja gitu,” ujar Doles.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi mengatakan tim gabungan masih mencari pendaki yang belum ditemukan. Ia meminta tim yang berada di atas untuk terus melakukan pencarian.
“Korban yang ditemukan langsung kami arahkan untuk segera dibawa ke bawah agar dapat perawatan,” kata Mahyeldi, kemarin.
Disebutkan, Pemprov Sumbar juga sudah menyiapkan tempat penginapan sementara bagi keluarga korban yang masih menunggu anaknya yang belum ditemukan. Penginapan sementara ini menurutnya dapat digunakan oleh masyarakat yang mengunjungi posko sementara itu.
Sementara itu, menanggapi larangan mendaki saat Marapi status Waspada, Plh Kepala Balai BKSDA Sumbar Dian Indriati mengungkapkan alasan pembukaan kembali jalur pendakian Gunung Marapi. Salah satunya karena mendapat dukungan dari sejumlah stakeholder.
Stakeholder itu, menurutnya, terdiri atas Pemda Agam, Pemda Tanah Datar, Dinas Pariwisata Provinsi Sumbar, BPBD Tanah Datar, Basarnas, wali nagari Batu Palano, Aia Angek, dan Koto Baru.
Selain mendapatkan dukungan, Dian menilai BKSDA Sumbar juga memiliki SOP tentang pendakian. SOP itu menurutnya seperti jumlah pendaki gunung yang dibatasi.
“Kami memiliki SOP dalam pendakian. Misal dalam mendaki, minimal jumlah pendaki tiga orang. Selain itu, dalam SOP itu menjelaskan pada siang hari semua pendaki tidak boleh mendekati kawah Gunung Marapi,” kata Dian.
Selain itu, menurut Dian, bukan hanya Gunung Marapi yang berstatus level II (waspada), melainkan seluruh gunung berapi yang ada di Indonesia. Dian mencontohkan Gunung Bromo, Kerinci, dan Rinjani. Oleh karena itu, pendakian dibolehkan asal ada mitigasi bencana.
“Pendakian dibolehkan, asal sepanjang pendakian memiliki mitigasi dan adaptasi bencana,” jelasnya. (dtc/dbs/muz)