JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Delapan caleg PDIP dari Kabupaten Klaten, Sukoharjo, dan Karanganyar yang memperoleh suara tinggi namun isunya tidak akan dilantik menjadi anggota DPRD wadul ke DPP PDIP.
Bahkan mereka sudah menunjuk kuasa hukum, bilamana tidak dilantik akan mempidanakan KPU.
Delapan Caleg yang kabarnya tidak akan dilantik tersebut adalah, Hartanti, Sugeng Widodo, Ratna Dewanti, dan Umi, keempatnya dari Klaten. Aristya Tiwi dan Ngadiyanto dari Sukoharjo. Prapto Koting dan Suyanto dari Karanganyar.
Hartanti, salah satu caleg dari Klaten mengatakan, mereka yang sudah berjuang dan meraih suara tinggi kabarnya tidak akan dilantik berdasarkan PP (peraturan partai). Padahal jika menurut aturan, PP itu tidak boleh menabrak aturan yang ada di atasnya.
“Kita ingin menegakkan aturan, dimana aturan itu tidak menabrak aturan lebih tinggi. Dan kita ini terbentur dengan aturan yang tidak ada di AD/ART partai, dan memang sudah disosialisasi dan sifatnya adalah gotong royong, tapi di lapangan tidak seperti itu,” ujar Hartanti pada awak media, Kamis (28/3/2024) malam.
Terkait hal itu, pihaknya juga sudah konsultasi ke DPP PDIP. Ternyata aturan itu hanya berlaku di Jawa Tengah. Itupun tidak semua daerah menggunakannya.
“Di pundak kami ini kami mengemban tugas, dimana rakyat yang memilih kami tidka rela kalau suara diberikan pada orang lain. Itu namanya perampasan hak. Itulah kenapa kami itu berjuang meski berbenturan dengan elit politik,” imbuhnya.
Lanjut Hartanti, akan berbeda ketika suara mereka tidak masuk hasil dari rekapitulasi KPU, mereka akan legowo.
Sugeng menambahkan, selain ke DPP PDIP, mereka juga sudah datang ke KPU RI terkait persoalan yang terjadi di Solo Raya.
“Saya bukan komandante meski saya incumbent dan Dapil saya dipindah, tetapi alhamdulillah perolehan suara masuk. Tapi saya mau diganti oleh caleg yang suaranya dua nomor di bawah saya, dan ini adalah kesewenang-wenangan,” ungkapnya.
Menurutnya berdasarkan pengalaman pada saat nyaleg sebelumnya, semua caleg itu memang diminta menandatangani pernyataan pengunduran diri, tetapi ketika jadi dewan.
Dikatakan, surat pengunduran yang dibuat itu sudah dia cabut dan diserahkan melalui DPC, KPU, juga Bawaslu. Tetapi DPC tidak menanggapi. Hal itu juga sudah disampaikan ke DPP pada saat bertemu dengan pengurus DPP Komarudin Watabun.
“Pak Watubun meminta agar DPD segera menyelesaikan jika tidak akan diambil alih DPP, kebetulan saat itu ada Sekretaris DPD PDIP Jawa Tengah dan dijawab siap,” imbuhnya.
Sementara Ngadiyanto, caleg dari Sukoharjo mengakui diminta membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri bukan surat pengunduran diri.
“Saya kaget bahwa di media saya dan mbak Tiwi mengundurkan diri berdasarkan surat yang dikirim DPC ke KPU. Padahal surat itu isinya bersedia, bukan mengundurkan diri,” ujar Ngadiyanto.
Ngadiyanto mengatakan, saat di DPP terungkap bahwa surat Komandante itu baru diterbitkan per tanggal 16 Juli 2023. Pada saat ke KPU RI juga disampaikan oleh pihak KPU bahwa, soal internal partai, KPU tidak bisa cawe-cawe.
“Artinya, kalau KPU daerah akan mengganti tanpa koordinasi dengan caleg, ada risiko gugatan hukum pidana. Jadi kalau KPU Sukoharjo, Klaten, dan Karanganyar mau mengganti nama kami dan siap dengan risikonya, monggo,” tandasnya.
Diketahui, para caleg yang terancam diganti tersebut sudah menunjuk Sri Sumanta sebagai kuasa hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut.
“Kami melihat keputusan KPU Klaten, Sukoharjo dan Karanganyar dalam pleno beberapa waktu lalu ini harus dijadikan dasar penetapan caleg terpilih, akan menjadi masalah bila ternyata nama mereka diganti,” ujar Sri Sumanta, kuasa hukum delapan caleg dari PDIP.
Disamping itu, hingga saat ini delapan caleg tersebut tidak pernah membuat surat pernyataan pengunduran diri.
“Yang mereka tandatangani waktu itu adalah surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri. Ini sangat berbeda makna hukumnya dan itu harus lengkap tertulis,” ujarnya.
Dan yang utama, lanjutnya, peraturan yang ada di dalam partai atau organisasi itu harus merujuk, selaras, dan tidak boleh bertentangan dengan UU.
“Jadi setelah penetapan kemarin mestinya KPU daerah alurnya menetapkan calon terpilih. Kalau sampai delapan caleg ini tidak ditetapkan, tentu upaya hukum akan ditempuh.Yakni, upaya hukum pidana, perdata, PTUN maupun DKPP, “tegasnya.
Sumanta berharap kawan -kawan KPU harus konsisten dan teman- teman PDIP taat pada ketentuan UU no 7 tahun 2017, PKPU, dan seterusnya. Kalau tidak pihaknya siap menempuh jalur hukum. (dea/jan)