JATENGPOS.CO.ID, LEBANON– Warga Negara Indonesia (WNI) di Lebanon akan segera dipulangkan menyusul ketegangan yang terjadi di wilayah tersebut. Hal itu merupakan respons Kementerian Luar Negeri RI bersama KBRI Beirut atas kemungkinan eskalasi ketegangan antara Hizbullah dan Israel.
Rencananya, para WNI yang setuju akan dipulangkan secepatnya dengan pesawat komersil. Namun mayoritas memilih tetap tinggal di Lebanon. Situasi memanas di seluruh Lebanon usai serangan Israel membunuh salah satu pemimpin Hizbullah, Fuad Shukr, pada Selasa (30/7/2024) lalu.
Hizbullah kemudian membalas serangan itu pada Jumat (2/8/2024), dengan menembakkan puluhan roket ke wilayah Israel. Mereka mengeklaim telah menewaskan sejumlah orang.
Kemlu RI bersama KBRI Beirut dan perwakilan di wilayah Timur Tengah melihat potensi eskalasi ketegangan dan potensi perang di Lebanon.
“Dalam konteks tersebut, KBRI Beirut dan seluruh wakil-wakil yang ada di Timur Tengah telah menyusun rencana keadaan darurat untuk mengantisipasi jika terjadi eskalasi yang membahayakan jiwa WNI kita,” ungkap Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, dalam konferensi pers Jumat (9/8/2024).
“KBRI Beirut telah meningkatkan status siaga dan status kedaulatan dari Siaga 2 ke Siaga 1,” lanjutnya di hadapan wartawan.
Sebelumnya status Siaga 1 telah diberlakukan di wilayah Lebanon Selatan sejak tahun lalu, ketika konflik Gaza meletus. Sementara wilayah Beirut dan sekitarnya ditetapkan Siaga 2.
“Dengan potensi eskalasi yang sangat tinggi, KBRI Beirut berkoordinasi dengan pusat memutuskan untuk menaikkan status ke siaga 1 untuk seluruh wilayah Lebanon,” jelas Judha.
Dalam kondisi Siaga 1, Kemlu akan melakukan langkah-langkah pemulangan WNI di Lebanon. Menurut Judha, ada 203 warga asal Indonesia yang tercatat di sana, dan kebanyakan dari mereka menikah dengan warga Lebanon.
“Kami sudah menghubungi KBRI di Beirut juga sudah menghubungi 203 WNI kita yang tinggal Lebanon, tidak termasuk kontingen TNI yang bergabung dalam UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), kontingen TNI sekitar 1.232 jiwa,” paparnya.
Judha memastikan kondisi warga di Lebanon masih relatif aman, namun tetap mengimbau mereka untuk mengikuti proses pemulangan ke Indonesia.
“Kondisi di sana dalam konteks kehidupan sehari-hari, sekolah masih beroperasi, dan sepertinya ada beberapa dari mereka yang memilih untuk tetap tinggal,” jelas Judha.
Namun, ia menegaskan, dalam konteks kedaulatan dan mengantisipasi eskalasi lebih lanjut, pihaknya mengimbau seluruh WNI di Lebanon untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan KBRI setempat.
“Jangan menunggu kacau dulu, segerakan mengikuti arahan Kemlu dan KBRI,” tegasnya.
Kemlu juga meminta warga yang berencana mengunjungi Lebanon, Iran, dan Israel untuk menunda keberangkatannya.
“Kami masih mencatat ada beberapa warga negara kita yang masih melakukan perjalanan ke wilayah tersebut, dan sangat mengimbau agar dapat ditunda hingga situasi menjadi lebih aman,”
Kekhawatirkan yang sama disampaikan kedutaan besar AS di Beirut: Swedia, Inggris, Jerman, Prancis, Yordania, dan Arab Saudi semuanya telah mengeluarkan pernyataan serupa yang meminta warga negara mereka untuk keluar dari Lebanon, menyusul akan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran dapat mengakibatkan perang yang lebih luas, yang berdampak pada Lebanon.
Kebingungan dan kepanikan menimpa penumpang bertepatan dengan penangguhan penerbangan ke dan dari Beirut oleh sejumlah maskapai penerbangan, termasuk Lufthansa dari Jerman, Air France Prancis, dan maskapai penerbangan murah Transavia. Kuwait Airlines juga telah menghentikan penerbangan dan Qatar Airways telah menghentikan perjalanan malam hari ke Beirut.
Banyak dari mereka yang terjebak di bandara memposting gambar dan video di media sosial. “Saya seharusnya berangkat kemarin, tetapi penerbangan saya ditunda,” kata salah seorang calon penumpang, Sirine Hakim, kepada kantor berita AFP. Pria berusia 22 tahun itu telah menghabiskan tiga minggu di Lebanon untuk mengunjungi keluarga, tetapi harus pergi karena komitmen pekerjaan.
Meskipun serangan roket balasan hampir tidak pernah terputus di selatan Lebanon, tepatnya di perbatasan negara itu dengan Israel, dampaknya terhadap arus masuk pengunjung musim panas Beirut pada awalnya relatif minim, dengan puluhan ribu warga negara Lebanon yang bekerja atau belajar di luar negeri tidak terhalang untuk berkunjung.
Lebanon memiliki jumlah diaspora yang besar. Ada sebanyak 14 juta warga Lebanon tinggal di luar negeri. Banyak dari mereka kembali ke Lebanon secara teratur dan itu juga tampaknya terjadi tahun ini. (kum/muz)