Iklhas, Kunci Karir Mentereng

Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Jateng

JATENGPOS.CO.ID,  SEMARANG – Setiap anggota Polri pada dasarnya memiliki tugas yang sama, akan tetapi yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah pangkat dan jabatan. Hal tersebut memang sudah menjadi sistem pada institusi Polri dimana ada pangkat dan jabatan.

Pada umumnya pangkat dan jabatan sudah menjadi hak bagi setiap anggota Polri, prestisius tidaknya pangkat dan jabatan tergantung pada kinerja dan latarbelakang pendidikan masing-masing anggota Polri selain itu juga ada faktor keberuntungan.

Setiap orang pasti menginginkan pangkat dan jabatan yang mentereng tentunya, begitu juga seorang Polisi. Namun, setiap polisi memiliki jalannya masing-masing untuk mewujudkan tujuan, cita-cita maupun ambisinya meraih karir yang mentereng. Namun, kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas adalah jalan yang dipilih seorang Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH hingga saat ini menyandang predikat perwira menengah.

“Dalam institusi Polri tidak dipungkiri ada persaingan antara anggota untuk dapat menempati sebuah jabatan, dan institusi lain pun saya yakin sama. Akan tetapi sajak awal saya jadi polisi, mulai dari Ipda hingga pangkat Kompol bahkan insyallah sebentar lagi AKBP, dari Kasatreskrim hingga Kasubdit saya tidak pernah sekalipun merebut jabatan orang lain, tidak pernah sekalipun meminta-minta, melakukan lobi-lobi untuk sebuah jabatan,” katanya.

iklan

“Saya yakin semua jabatan yang pernah saya emban selama ini semata-mata atas dasar kenirja dan penilaian yang obyektif dari pimpinan. Selama ini lebih banyak saya menempati jabatan dalam posisi jabatan tersebut kosong, semisal kemarin dari Kasubdit 2 Ditreskrimum ke Kasubdit 3 Ditreskrimum Polda Jateng dalam kondisi tidak ada pejabatnya,” terang lulusan Akpol 2004 tersebut.

Karir Kompol Rosyid sapaan akbarnya semakin mentereng bukan tanpa kerja keras, ia bercerita bahwa pernah berada dalam situasi yang sangat sulit. Ia menceritakan secara singkat awal karirnya dimana ia ditugaskan di Jepara. Kemudian lanjut menjadi pengasuh Taruna Akpol selama dua tahun, lanjut dimutasikan sebagai perwira di Polda Jateng.
Setelah itu mendapat promosi jabatan Kasatreskrim Polres Jepara hingga akhirnya memutuskan melanjutkan pendidikan di PTIK Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) yang mengharuskan ia hijrah ke Jakarta.

Baca juga:  HUT ke-7, Jateng Pos Bagi Seribu Santunan ke Yatim dan Dhuafa

“Awala karir di Jepara, kemudian dapat tugas sebagai Pengasuh Taruna Akpol. Bagian itulah salah satu titik berat dalam hidup saya, bayangkan selama 2 tahun setiap tiga hari sekali berangkat dari Jepara-Semarang yang jaraknya kurang lebih 90 km dengan sepeda motor karena istri dan anak masih tinggal di Jepara,” katanya.

“Setiap kali berangkat dari Jepara-Semarang sebelum subuh, kondisi masih gelap jalan banyak berlubang, jatuh dari motor tidak hanya sekali. Hanya gaji yang bisa saya harapkan, sesekali ada tambahan jika menjadi pengawas ujian. Pernah kala itu, saya menggantikan teman yang tidak bisa menjadi pengawas ujian, tiga kali menjadi pengawas honornya Rp 400 ribu,” ujarnya.

“Dengan uang Rp400 ribu itu saya pulang dari Semarang-Jepara penuh rasa bahagia, niat saya segera sampai rumah mengajak makan istri dan anak-anak ke restaurant favorit kami (Solaria). Hal itu menjadi kebahagiaan untuk kami, makan enak, porsi banyak dan harga masih terjangkau apalagi labelnya restautan,” ujarnya.

Kemudian setelah 2 tahun pindah ke Polda Jateng, lalu dapat rejeki jadi Kasatreskrim Polres Jepara. “Tidak lama ada kesempatan lanjut sekolah ke PTIK,” ujarnya penuh dengan emosi mengenang masa sulitnya.

Saat hijrah ke Jakarta, suami dari dr. Lala Rosyid tersebut merasa percaya diri lantaran memiliki tabungan yang cukup untuk bekal hidup di Jakarta. Akan tetapi, kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi. Modal hidupnya habis dalam waktu tiga bulan, wajar saja biaya hidup di Jakarta tinggi.

Baca juga:  Polri dan BI Musnahkan 50.087 Lembar Uang Rupiah Palsu

Saat itu, ia merasa hidupnya kembali di uji dimana pendapatan gaji menipis sementara biaya hidup tinggi bahkan untuk pulang ke Semarang ia harus naik kereta tanpa beli tiket. Masa sulit belum berakhir sampai disitu, saat uang pas-pasan ternyata istri hamil anak ketiga, psikologinya sempat guncang ia merasa tertekan dengan kondisi tersebut.

Namun, Allah masih memberikan rejeki-rejeki yang tidak terduga dimana banyak orang yang memberikan bantuan padanya. Hingga akhirnya ia bisa lulus PTIK dan dapat tugas di Sumatera Utara.

“Punya modal untuk hidup di Jakarta saya sangat percaya diri, namun ternyata saya salah karena dalam tiga bulan modal habis. Tak terduga istri hamil anak ketiga yang membuat saya semakin tertekan bahkan untuk ke Semarang kala itu harus naik kereta api tanpa beli tiket, saat ada pemeriksaan harus ngumpet di wc sampai di gedor-gedor, harus mohon-mohon dengan kondekturnya. Alhamdulillah akhirnya lulus PTIK dan penempatan di Sumatera Utara,” kenangnya.

Lulus dari PTIK dan mendapat tugas penempatan di Sumatera Utara tidak membuat masalah selesai, persoalan baru timbul yakni modal pindah ke Sumatera Utara yang besar. Ia akhirnya pinjam uang ke sanak saudara untuk pindah, dititik itulah ia mulai mengikhlaskan segala yang menimpa dirinya dan berprinsip dalam kondisi apapun untuk senantiasa berbagi dengan orang lain.

Ditanah Batak itulah karirnya semakin naik mulai dari Kasatreskrim, Kapolsek hingga Kasubdit bahkan sang istri yang kala itu mulai berbisnis menunjukan tren positif yang membawa dr. Lala Rosyid jalan-jalan ke Korea dan berangkat umroh bersama Kompol Rosyid.

Dilain sisi rejeki datang tidak hanya dari itu saja, ia bercerita bahwa saat itu ia belum punya mobil. Namun, tidak disangka ada koleganya yang dengan sukarela meminjamkan mobil kepadanya bahkan ada pula yang meminjamkan mobil dan rumah kepadanya.

Baca juga:  PLN UP2D Jateng & DIY Gandeng TNI - Polri

“Pindah ke Sumatera Utara bukan berarti masalah selesai, harus menyiapkan modal yang besar. Akhirnya saya ijin dengan orang tua, saya pinjam uang ke saudara untuk modal pindah. Nah, disaat itulah saya mulai belajar mengikhlaskan atas apa yang menimpa diri saya selama ini, saya pasrah dan berusaha menjadi orang yang suka berbagi dalam segala situasi,” katanya.

“Singkatnya karir mulai naik, bisnis istri saya juga membuahkan hasil hingga ia bisa jalan-jalan ke Korea bahkan bisa berangkatkan kami umroh. Rejeki tak terduga datang lagi, saat tak punya mobil ada pula yang minjamkan mobil, tak ada rumah ada pula yang pinjamkan rumah. Saya yakin semua itu karena keajaiban dari keikhlasan dan sedekah,” imbuhnya.

Cukup lama Kompol Rosyid berada di Sumatera Utara hingga akhirnya ia berkesempatan pindah ke Jawa Tengah, saat ini Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH adalah salah satu perwira menengah Polri yang bertugas di Polda Jateng yang awalnya ia sebagai Kasubdit 2 Ditreskrimum, kemudian Kasubdit 3 Ditreskrimum dan minggu depan ia resmi menjabat sebagai Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Jateng. Awal tahun 2022 ia secara resmi akan menyandang pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).

Dari pernikahannya dengan dr. Lala Rosyid, ia dikaruniai tiga anak laki-laki dan hidup serba kecukupan disalah satu daerah di Kota Semarang. Tentunya kisah inspiratif Kompol Rosyid ini dapat menjadi contoh untuk polisi-polisi lainnya bahwa meraih kesuksesan tidak cukup hanya kerja keras saja namun perlu keikhlasan. (akh/sgt)

iklan