JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pertumbuhan industri perbankan di Jawa Tengah dan DIY pada 2019 tumbuh pesat hingga melampaui peetumbuhan nasional. Kondisi tersebut terjadi seiring membaiknya kondisi ekonomi di Jateng dan DIY, yang masing-masing tumbuh sebesar 5,41% dan 6,60%, lebih tinggi dibandingkan nasional, yaitu sebesar 5,02%.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Aman Santosa mengatakan, pertumbuhan tersebut patut disyukuri, lantaran di tengah dinamika perekonomian yang tidak kondusif di 2019, kinerja ekonomi di Jawa Tengah dan DIY masih terjaga dengan baik.
“Kinerja industri perbankan Jateng dan DIY mampu tumbuh di atas Nasional. Untuk kredit masing-masing tumbuh 7,05% dan 6,65%, sedangkan DPK tumbuh masing-masing sebesar 6,99% dan 6,53%,” kata Aman, dalam pertemuan tahunan OJK Regional 3 Jateng dan DIY, di PO Hotel Semarang, Selasa (11/2/20).
Hadir dalam kegiatan ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua DPRD Jawa Tengah, Walikota/ Bupati di Semarang.
Aman menambahkan, pertumbuhan kredit dan DPK di Jateng juga berada di atas pertumbuhan perbankan nasional yang tumbuh masing-masing sebesar 6,08% dan 6,54%. Adapun intermediasi perbankan di Jawa Tengah juga optimal, sebagaimana rasio LDR yang mencapai 97,47%.
“Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kondisi likuiditas di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik,” imbuhnya.
Dijelaskan, pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap total kredit perbankan di Jawa Tengah dan DIY mencapai 6,83% dan 10,43%, lebih tinggi dibandingkan pangsa perbankan syariah nasional yaitu sebesar 6,32%. Fungsi intermediasi perbankan syariah Jawa Tengah juga telah optimal, yang tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 97,22%.
“Penyaluran KUR di Jawa Tengah masih terbesar se-Indonesia, yaitu mencapai Rp82,9 Triliun atau 17,53% dari KUR Nasional sebesar Rp473,2 Triliun. Di samping itu, pertumbuhannya juga sangat menggembirakan yaitu mencapai 42,35% atau lebih tinggi dari pertumbuhan KUR nasional sebesar 41,97%,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjutnya, upaya penguatan permodalan BPR di Jawa Tengah dan DIY juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Jumlah BPR yang modal intinya di bawah Rp3 Miliar sudah menurun dari 60 BPR pada tahun 2018 menjadi 10 BPR pada akhir tahun 2019.
Sedangkan jumlah BPR dengan modal inti di atas Rp6 Miliar meningkat sebanyak 30 BPR, yaitu dari 218 BPR pada tahun 2018 menjadi 248 BPR pada tahun 2019.
“Di samping melalui penambahan modal, upaya penguatan industri BPR juga dilakukan melalui merger dan konsolidasi. Sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 telah terdapat 7 BPR yang melakukan merger menjadi 3 BPR, sedangkan 2 BPR masih dalam proses,” ujarnya.
Menurutnya, OJK turut mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah yang telah sepakat untuk melakukan merger 27 Badan Kredit Kecamatan (BKK) yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah menjadi 1 BPR.
BPR hasil merger ini akan memiliki total aset sekitar Rp2,36 triliun dan menjadi salah satu BPR terbesar se-Jawa Tengah (ke-2), atau salah satu BPR terbesar milik Pemda se-Indonesia (ke-2), dan salah satu BPR terbesar se-Indonesia (ke-7).
“OJK secara aktif memberikan dukungan dan pendampingan dalam proses merger ini,” ungkapnya.
Dilanjutkan, perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Bank Wakaf Mikro (BWM) juga cukup pesat. Saat ini di Jateng dan DIY telah ada 112 LKM. Total aset dari 112 LKM tersebut tumbuh sebesar 33,57% menjadi Rp344 miliar dan pangsanya mencapai 37,44% dari total aset LKM nasional.
Dari jumlah LKM tersebut, 15 diantaranya merupakan Bank Wakaf Mikro (BWM) yang telah memberikan pembiayaan sebesar Rp10,5 miliar kepada 7.540 nasabah.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, bersyukur dengan pertumbuhan perbankan dan lembaga keuangan di Jateng yang tumbuh baik dan menggembirakan.
Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti harus tetap waspada, agar tidak kecolongan sehingga pertumbuhan positif ini terus berlanjut.
“Kita harus tetap hati-hati dengan kondisi ekonomi global. Jangan sampai kecolongan. Kota harus merawat dengan kolaborasi yang ada,” pungkasnya. (aln/muz)