JATENGPOS.CO.ID, JAYAPURA – Selain beragam atraksi, Festival Crossborder Skouw 2019 akan diwarnai dengan inspirasi dari Kampung Mosso. Di kampung ini, masyarakat Papua dan Papua Nugini hidup berdampingan dalam damai. Inspirasi kebersamaan ini yang akan ditiupkan.
Festival Crossborder Skouw 2019 akan digelar 9-11 Mei 2019. Lokasinya ada di PLBN Skouw, Jayapura, Papua. Event ini menghadirkan musisi reggae Ras Muhammad, Dave Solution, dan Vanimo Natives Band asal Papua Nugini.
“Skouw sangat unik dengan Kampung Mosso-nya. Masyarakat dari 2 negara berbeda ini bisa hidup berdampingan. Di Kampung Mosso, juga banyak ditemui masyarakat Papua Nugini yang menetap. Hal ini tentu luar biasa. Selalu ada harmoni di perbatasan,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Kamis (28/3).
Masyarakat Papua dan Papua Nugini memang memiliki kedekatan histori dan budaya. Ikatan kuat kekeluargaan melekat di antara 2 rumpun bangsa dari dahulu hingga sekarang. Anonim pun muncul, ‘ekor dan kepala belum putus’ di sana. Artinya, ikatan ini masih terjalin meski mereka dipisahkan hukum dan teritorial sebuah negara.
Ricky menambahkan, hubungan ke-2 bangsa ini sangat menarik di perbatasan.
“Hubungan kekerabatan antara Papua dan Papua Nugini sangat kental di perbatasan. Ada sebuah ikatan persaudaraan yang sangat luar biasa. Harmoni ini sangat dominan di Kampung Mosso. Bila berkunjung ke Festival Crossborder Skouw, pokoknya harus mampir ke Kampung Mosso. Ada banyak keindahan di sana,” lanjut Ricky.
Kampung Mosso memiliki luas sekitar 5.000 Hektar. Jaraknya hanya 35 Km dari pusat Kota Jayapura. Jarak tempuhnya sekitar 1,5-2 Jam. Jalannya mulus, lebar, dan dilengkapi rambu lalu lintas yang lengkap. Kampung ini juga berjarak 7 Km dari pusat Distrik Muara Tami. Kampung ini hasil pemekaran wilayah di tahun 2006. Sebelumnya kampung ini masuk wilayah Skouw Sae.
Kampung Mosso awalnya bernama Nyau Nemu yang ditempati orang-orang dari Jayapura. Kampung Mosso kini dihuni sekitar 62 kepala keluarga atau 200 jiwa. Menariknya, banyak dijumpai warga Papua Nugini di sini. Kedatangan masyarakat negara tetangga ini untuk menghindari beragam persoalan yang ada di negaranya. Lama kelamaan warga pendatang dari Papua Nugini memilih menetap. Mereka lalu berganti kewarganegaraan.
“Lalu lintas keluar-masuk warga Papua Nugini ke Kampung Mosso cukup ramai. Sebab, mereka melanjutkan tali silaturahmi satu sama lain. Kehadiran warga Papua Nugini pun menarik. Ada warna budaya unik di sana,” kata Ricky.
Membaur dari rumpun Papua dan Papua Nugini, Kampung Mosso pun mengenal 3 bahasa. Media komunikasi dilakukan dalam bahasa lokal Mosso, Bahasa Indonesia, dan Bahasa PNG, atau Bahasa Inggris Pidgin atau Tok Pisin. Dalam keseharian, anak-anak maupun dewasa sama-sama fasih menggunakan ke-3 bahasa tersebut.
“Karena banyak didatangi warga Papua Nugini, transaksi di Kampung Mosso juga unik. Mata uang Papua Nugini, Kina, juga bisa digunakan di sini. Namun, dengan perhitungan tertentu. Yang jelas, kehadiran warga mereka di sana ikut menggerakan perekonomian dengan beragam transaksinya. Pada hari tertentu, warga Papua Nugini ini masuk ke Papua untuk membeli beragam kebutuhan sehari-hari,” papar Ricky lagi.
Memiliki tanah yang subur, masyarakat Kampung Mosso sangat mengandalkan pertaniannya. Hasil dari aktivitas bertani tersebut langsung dijual ke Vanimo, Papua Nugini. Selain bertani dan berkebun, masyarakat juga menokok sagu, mencari ikan di sungai, hingga berburu. Dengan keunikannya, Menteri Pariwisata Arief Yahya pun menegaskan, Kampung Mosso dan Festival Crossborder Skouw sebagai destinasi lengkap.
“Festival Crossborder Skouw dan Kampung Mosso ini paket lengkap berwisata. Pengunjung atau para wisatawan memiliki ragam pilihan atraksi. Selain bergembira, wisatawan ini bisa belajar dari fenomena budaya di Kampung Mosso. Beragam latar belakang suku bangsa dan budaya bisa berdampingan secara damai di sana. Silahkan datang ke Skouw dan nikmati experience terbaiknya,” tutupnya.(rif)