Intiyas Utami, Rektor Wanita dengan 9 Gelar

SEMBILAN GELAR: Prof. Dr. Intyas Utami, S.E., M.Si, Ak, CA, CMA, QIA, CFrA. Foto: arif/jatengpos

JATENGPOS.CO.ID, SALATIGA – Rektor bergelar Profesor doktor sudah biasa. Tetapi kalau ada rektor gelarnya sampai sembilan, barulah luar biasa.

Itulah rektor UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) Salatiga. Namanya pendek Intiyas Utami. Tetapi gelarnya yang sembilan membuat nama rektor wanita ini menjadi panjang. Lengkapnya Prof. Dr. Intyas Utami, S.E., M.Si, Ak, CA, CMA, QIA, CFrA.

Sembilan gelar itu diraih selama puluhan tahun menjadi dosen. Ada yang gelar akademik dan ada pula yang karena uji profesi dan kompetensi. Karena basicnya akuntan, sekian gelar yang menempel di belakang adalah dunia akutansi, keungan, auditor, hingga ilmu forensik keuangan.

“Mulanya saya ini sarjana ekonomi akutansi UGM, maka gelar-gelar yang panjang itu umumnya terkait uji profesi akutansi dan keuangan, lalu ada yang gelar akademik karena saya menempuh S2, S3, dan Profesor karena saya researc akademik,”jelas rektor wanita pertama di UKSW ini, saat podcast dengan JatengPosTV.

iklan

Lantas dia menjelaskan sederet gelar di belakang namanya. Yakni gelar SE, karena dia sarjana ekonomi akutansi. Ak karena lulusan akutansi UGM. CA adalah Chartered Accountant. QIA profesi audit internal. CFrA adalah gelar Forensik Accountant atau audit investigati kasus-kasus korupsi. CMA adalah Certified Management Accountant. Untuk gelar Doktor karena kuliah S3. Dan Profesor karena reseach dan jabatan akademik.

Baca juga:  Aksi Teror Bom Thamrin jadi Inspirasi Film 22 Menit

Meski gelarnya panjang, dia tidak berwajah kaku dan serius. Tidak feodal. Tidak berjarak sama mahasiswa. Sebaliknya, modis dan sumeh kepada mahasiswanya. Tampak dekat dan seperti teman. Di kampus, mahasiwanya memanggilnya Kakak Rektor. Bukan Bu Rektor. Atau Prof pada umumnya.

“Kuliah itu harus menyenangkan, bukan menakutkan. Disini tidak boleh ada jarak antara dosen dan mahasiswa, antara dosen dan rektornya, mahasiswa harus menjadi teman supaya nyaman dalam belajar,”kata rektor periode 2022-2027 itu.

Selain sikapnya yang humble, dari segi fisik memang rektor ini modis dan anggun. Pakaian dan gayanya masih seperti mahasiswi. Jika ngajar di ruang kelaspun tidak akan tampak beda dari mahasiswinya.  Tidak mengira jika wanita 49 tahun ini seorang rektor.

Baca juga:  VT UKSW Berikan Sensasi Jelajahi Kampus di Masa Pandemi

Kedekatan dengan mahasiswi kelihatan setiap harinya. Saat berjalan di kampus, banyak yang mengajaknya foto bersama. Mahasiswa tidak sungkan. Layaknya mengajak foto kakak kelasnya saja.

Yang menarik, gaya kepemimpinan yang luwes itu diterapkan dalam pembelajaran. Mahasiswa didorong belajar yang santai dan menyenangkan. Misalnya, saat kuliah dibuat tematik. Ada ruang kuliah angkringan. Ruang kafe. Hingga ruang sidang bagi mahasiswa hukum. Yang mahasiswa hubungan internasional dibuatkan ruang seperti sidang PBB.

“Mahasiswa boleh ambil jurusan apa saja. Tetapi harus ditempa sesuai passionya. Dia punya talenta apa, itu yang harus digarap dan dikembangkan di sini. Makanya di sini kita buat slogan, kembangkan dirimu sesuai versi terbaikmu,”tambah rektor yang juga menggeluti seni lukis dan batik ini.

Untuk mewujudkan mimpinya, Kakak Rektor telah membuat visi UKSW sebagai kampus entrepreneurship reserch university. Kampus tempat mahasiswa menuangkan ide dan gagasan tentang mimpi sukses dalam usaha dan cita-citanya. Tidak heran jika alumninya banyak yang tangguh jadi pengusaha sukses. Jadi menteri. Jadi profesi terbaik sesuai talentanya.

Baca juga:  Kejagung Butuh Masukan untuk Penyempurnaan RUU Kejaksaan

UKSW juga terbukti sukses menjadi miniatur Indonesia. Berbagai latar belakang mahasiswa dari Sabang sampai Meraoke ada.

“Kami menyebutnya Indonesia Mini, karena UKSW tempat berkumpulnya bermacam-macam etnis mahasiswa dari Sabang-Meraoke. Kami menyumbang besar terpilihnya Salatiga sebagai kota paling toleran di Indonesia,”jelasnya.

Untuk mengapresiasi berbagai macam budaya mahasiswa, UKSW selalu menggelar festifal budaya tahunan. Bahkan berkelas internasional karena banyak juga mahasiswa asing.

Meski kampus dengan lebel Kristen, UKSW juga sudah lama menjadi kampus umum. Agama lain termasuk Islam mencapai 40 persen.

Yang lebih menarik lagi, kampus UKSW adem dan asri. Banyak pohon di dalam kampus. Besar dan rindang. Lingkunganya teduh. Masuk kampus seperti hieling.

“Kami rawat pepohonan ini puluhan tahun. Kampus harus berdampingan dengan alam supaya kita kerasan dan nyaman. Memotong pohon harus ijin rektor,”tambahnya. (jan)

iklan