JATENGPOS.CO.ID, Semarang – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah fokus memberi perlindungan pada kelompok rentan yang terdiri dari perempuan, anak, penyandang disabilitas, buruh migran, dan kelompok minoritas lainnya untuk mengurangi angka kemiskinan.
“Sinergi perlindungan pada kelompok rentan di Jateng harus terus dilakukan. Selain sebagai pemenuhan hak-hak mereka, perlindungan kelompok rentan juga penting sebagai bagian dari tindakan pengurangan kemiskinan,” kata Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa Tengah Nawal Nur Arafah di Semarang, Rabu.
Istri Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen itu menyebutkan kelompok rentan masih menghadapi masalah mendasar yakni belum terwujudnya penegakan perlindungan hukum yang menyangkut hak-hak dari yang bersangkutan.
Komunitas masyarakat rentan, kata dia, belum mendapatkan prioritas dari kebijakan pemerintah yang lebih banyak berorientasi kepada pemenuhan dan perlindungan hak-hak sipil politik dan ekonomi, sosial, serta budaya.
“Komunitas masyarakat rentan belum mendapatkan prioritas dari kebijakan tersebut. Ini perlu terus didorong agar pemenuhan hak-hak mereka bisa dipenuhi,” ujarnya dalam rapat koordinasi “Perlindungan Perempuan Kelompok Rentan” bersama instansi terkait.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jateng selama 2013-2017 terdapat 12.234 perempuan korban kekerasan, atau setidaknya ada 6-7 perempuan per hari mengalami kekerasan di Jateng.
Dari 1993-2017 tercatat 20.168 orang dengan HIV/AIDS dan 37 persen diantaranya adalah perempuan.
Ikatan Perempuan Positif HIV/AIDS Indonesia (IPPI) telah mendampingi 2.243 ibu rumah tangga yang terpapar HIV/AIDS dari pasangannya, sedangkan data Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Para Cacat Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Solo menyebut pada 2017 terdapat 59.551 perempuan merupakan penyandang disabilitas.
“Keberadaan kelompok rentan ini menyumbang kemiskinan di Jawa Tengah sehingga perlu penanganan serius untuk menguranginya,” ujarnya.
Pemprov Jateng, lanjut Nawal, telah melakukan berbagai kegiatan konkret untuk melindungi kelompok rentan di Jateng, salah satunya adalah mengembangkan sukarelawan keluarga untuk mengubah perilaku orang tua dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
“Sukarelawan itu kami fokuskan pada lima kabupaten miskin di Jateng yaitu Blora, Rembang, Demak, Grobogan, dan Sragen. Selain itu, juga akan melakukan penyusunan profil perempuan dan kemiskinan di Jateng sebagai bahan advokasi kebijakan supaya tidak bias,” katanya.
Selain pendampingan, Nawal yang mengkoordinasikan Gerakan Organisasi Wanita (GOW) di 35 kabupaten/ kota di Jawa Tengah ini juga melihat perlunya penegakan hukum dari instansi berwenang dengan mengedepankan pelayanan hukum berperspektif ramah kelompok rentan.
“Semua hal itu harus lahir dari proses penelitian, aspirasi, kondisi dan kebutuhan yang ada dan berkembang dalam masyarakat, termasuk pelibatan kelompok rentan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan,” ujarnya.
Acara rapat koordinasi Perlindungan Perempuan Kelompok Rentan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah dengan melibatkan puluhan LSM pemerhati perempuan, kelompok rentan (lansia, difabel, buruh migran, perempuan pekerja, perguruan tinggi, pusat studi jender, dan lain-lain) di Jateng. (udi/fid)