JATENGPOS.CO.ID. UNGARAN- Hampir semua desa di Kabupaten Semarang diduga melakukan pungutan liar (pungli) pada pengurusan sertifikat tanah warga. Sejak diberlakukan program Sertifikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya gratis namun pihak panitia desa memungut biaya yang besarannya jauh melebihi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.
Salah satu temuan dugaan pungli yang dijadikan bukti hukum di Kabupaten Semarang, adalah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Diduga panitia Pemdes yang dipimpin Kepala Desa (Kades) setempat melakukan pungli dalam pengurusan PTSL. Jumlah permohonan warga sebanyak 420 sertifikat. Masing-masing warga dibebani biaya mengurus oleh panitia sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu.

Sebagaimana disampaikan Ketua Lembaga Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP) Jawa Tengah & DIY Suyana Hadi Prayitno, dugaan pungli dalam program pemerintah yang juga disebut Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) itu, salah satunya adalah di desa Gondoriyo. Warga setempat mengeluhkan adanya pungli yang dinilai memberatkan dan meresahkan.
“Ada beberapa warga Gondoriyo yang mengadu ke PKP. Setelah kami melakukan penelusuran ternyata biaya yang dikenakan pada pemohon Prona cukup besar yakni Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu. Kami punya bukti kwintasi pembayaran. Jelas ini tindakan pungli, harus ditindak tegas,” ujar Suyana kepada Jateng Pos, kemarin.
Disebutkan, peraturan pemerintah meski menyebutkan biaya PTSL gratis, namun berlaku hanya untuk biaya pendataan, pemeriksaan, dan penerbitan sertikat. Sedangkan biaya lainnya, sebagaimana ketentuan 3 kementerian (Kemdes, Mendagri, dan Agraria) seperti untuk transportasi perangkat desa disepakati Rp 150 ribu. Dan, biaya persiapan dokumen, materai, patok, dan lainnya maksimal Rp 150 ribu.
“Total biaya untuk pengurusan PTSL maksimal Rp 300 ribu, itu sesuai ketentuan yang termaktub dalam ketetapan 3 kementerian. Kemudian ini ada temuan di desa Gondoriyo memungut biaya sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu, maka secara undang-undang tidak dibenarkan. Biaya tersebut termasuk pungli,” tegas Suyana.
Menurutnya, temuan tersebut banyak ditemukan di desa di Jawa Tengah dan DIY. Khususnya di Kabupaten Semarang PKP menyebutkan ada sekitar 85 persen Kades diduga melakukan pungli Prona.
“Kasus ini sudah masif di Kabupaten Semarang. Hampir terjadi di semua desa-desa. Kami meminta aparat penegak hukum menindak tegas dugaan pungli Prona,” tandasnya.
Kepala Desa Gondoriyo, Sugiyarno ketika dikonfirmasi Jateng Pos mengatakan, besaran biaya yang ditentukan sudah sesuai keputusan bersama warga pemohon sertufikat. Pihaknya tidak melakukan pemaksaan, warga secara sukarela membayar dan menyetujui biaya Rp 500 ribu.
“Warga sudah kita kumpulkan bersama petugas dari Polres, Kejari dan Kodim untuk membahas biaya Prona. Masing-masing sebesar Rp 500 ribu. Kalau ada di luar itu saya tidak tahu karena yang mengurusi bendahara panitia. Kita sudah tentukan sesuai Perdes, kalau ada yang menuntut silahkan,” ujar Sugiyarno di kantornya.
Dijelaskan, biaya yang ditentukan terutama untuk biaya beli patok, sertifikat, materai, surat menyurat, dan pengurusan asal usul tanah. Hal itu ditentukan berdasarkan hasil musyawarah. (muz)