JATENGPOS.CO.ID, PEKALONGAN – Angka putus sekolah khususnya di wilayah Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang sampai saat ini masih tergolong tinggi. Kondisi ini harus bisa menjadi perhatian bersama.
Menanggapi fenomena itu Wakil Ketua DPRD Jateng H Sukirman SS menyebut perlu ada solusi konkret dari pemerintah daerah setempat untuk menekan angka putus sekolah, tentunya dengan berbagai upaya.
“Upaya itu diperlukan agar anak-anak kita tidak banyak yang putus sekolah. Sangat disayangkan apabila generasi muda banyak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi,” ujar Sukirman..
Politisi PKB ini mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan anak-anak putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya salah satu diantaranya yaitu faktor kondisi perekonomian keluarganya.
“Faktor ekonomi ini menjadi yang utama banyak dialami masyarakat, jadi perlu upaya seperti meningkatkan bantuan beasiswa kepada anak-anak kurang mampu secara menyeluruh baik di kota maupun desa,” tandas Sukirman.
Selain itu, upaya lain yakni membangun sebuah sekolah yang dikhususkan guna menampung anak-anak kurang mampu. Sehingga, keinginan anak-anak untuk melanjutkan pendidikan bisa diakomodir.
“Saya rasa pemda bisa memikirkan itu, membangun sekolah gratis yang sepenuhnya dibiayai pemerintah daerah bisa menjadi salah satu solusi untuk mengakomodir anak-anak kurang mampu,” tukasnya
Sementara itu Pemerintah Kota Pekalongan sendiri melalui Dinas Pendidikan (Dindik) setempat berupaya menuntaskan angka putus sekolah di Kota Pekalongan. Oleh karena itu, 144 anak yang sempat putus sekolah dan anak tidak sekolah berusia 6-21 tahun disalurkan ke lembaga pendidikan baik formal maupun non formal..
Zainul Hakim menyebutkan setelah ditelusuri dari pendataan di sekolah-sekolah di lingkungan Dindik maupun Kemenag dan ponpes yang ada di Kota Pekalongan, terdapat 530 anak putus sekolah dan anak tidak sekolah di Kota Pekalongan. Disampaikannya, oleh Dindik mereka dikelompokkan dalam tiga prioritas.
“Dari 530 itu kami kelompokkan lagi karena tidak semuanya berkeinginan kembali ke sekolah, kami prioritaskan terlebih dahulu untuk yang mau kembali belajar baik itu ke pendidikan formal dan non formal sebanyak 144 anak untuk ditangani dulu,” ujarnya.
Selanjutnya, kelompok yang berkebutuhan khusus maupun yang sudah bekerja paruh waktu dan tidak bersekolah. Sedangkan ketiga adalah mereka yang tidak minat bersekolah karena beberapa kondisi, misalnya harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga karena orangtuanya sudah tidak ada.
“Kami akan berkoordinasi dengan OPD lain untuk mencari solusi jalan keluarnya. Akan kami tangani bersama secara bertahap. Harapannya sebelum 2024 berakhir, mereka sudah masuk,” terang Soeroso.
Menurutnya, 144 anak putus sekolah maupun tidak sekolah tadi akan di sekolahkan kembali baik di sekolah formal (SD, SMP, SMA) bagi yang usianya masih memenuhi syarat, maupun ke sekolah nonformal atau kesetaraan, khususnya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
“Kalau mereka tidak diberikan motivasi semangat oleh keluarganya, masyarakat, pemerintah mereka rawan kembali untuk putus sekolah, semoga tahun depan bisa menekan angka putus sekolah secara signifikan di Kota Pekalongan,” paparnya.
Dia menambahkan anak putus sekolah maupun anak tidak sekolah tersebut yang berminat untuk sekolah di kesetaraan atau PKBM, bisa langsung mendaftar ke PKBM yang diinginkan baik yang lokasinya dekat dengan rumah maupun jauh sekalipun.
“Sehingga, kami juga undang PKBM supaya melakukan pendekatan kepada calon peserta didik baik yang dekat dengan wilayah mereka atau jauh dari lokasi rumah. Program pengembalian sekolah sebagai upaya penuntasan angka putus sekolah ini biayanha free dan dibiayain Pemkot melalui Dindik kita back up juga dengan peralatan tulis, dan transportasi kami sudah siapkan di tahun anggaran ini,” jelasnya.
Dia menyampaikan mereka yang memilih jalur kesetaraan di PKBM keesokan harinya bisa langsung memulai proses pembelajaran menyesuaikan jadwal di PKBM masing-masing.
“Kesetaraan pendidikan non formal, kejar paket A, B, dan C, ijazahnya setara dengan pendidikan formal. Di masing-masing PKBM ada keterampilan juga yang diajarkan sehingga anak-anak bisa ikut kesetaraan sekaligus mengambil keterampilan, mayoritas memang kelas sore dan malam. PKBM ini juga sudah terakreditasi ijazahnya. Mulai tahun ini kami mulai mengadvokasi Pokjar untuk berubah menjadi PKBM untuk meningkatkan mutu pendidikan,” pungkasnya. (sgt/anf/adv)