JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Gabungan pelaku usaha yang bernaung dalam Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Tengah, bersilaturahmi menemui Gubernur Jateng Ahmad Luthfi di kantornya, Rabu, 7 Mei 2025.
Dalam kesempatan itu, Kopti Jateng sekaligus menyampaikan unek-unek akan naiknya harga kedelai impor dari Amerika Serikat, serta stok yang berkurang akibat situasi perdagangan global.
Ketua Kopti Jateng, Sutrisno Supriantoro menyampaikan rasa was-was akan naiknya harga kedelai dari sekira Rp8 ribu menjadi Rp9.800 per hari ini. Hal itu dikhawatirkan akan berdampak akan keberlangsungan usaha akan salah satu makanan yang paling digandrungi masyarakat di Indonesia tersebut.
“Ingin masukan untuk kami. Misalnya Perum Bulog bisa berperan menjadi penyeimbang tata niaga harga kedelai,” kata dia.
Di sisi lain, Sutrisno bilang, kondisi saat ini berbeda dengan masa lalu. Di mana sekarang pelaku usaha tahu tempe 90 persen bergantung pada kedelai impor. Dia berharap produksi komoditas kedelai dari petani lokal untuk dintervensi, salah satunya memodernkan cara pertanian dengan teknologi yang lebih modern.
Untuk keberlanjuan usaha tahu tempe, pihaknya juga ingin agar dilibatkan dalam suplai program Makan Bergizi Gratis (MGB) dari pemerintah. Dasarnya, tahu dan tempe punya kandungan nutrisi protein yang baik.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi mengajak para pelaku usaha tahu tempe tak panik menyikapi naiknya harga kedelai impor yang hampir mencapai Rp10 ribu per kilogram. Sebaliknya, dia ingin banyak pihak berfokus untuk berkreasi, dibandingkan sepenuhnya bertumpu pada naik turunnya harga bahan utama.
Luthfi mengatakan, bila sebetulnya potensi wilayah untuk pertanian kedelai di Jateng bisa digarap lebih maksimal. Hal itu diharapkan mampu mengintervansi ketergantungan kedelai impor untuk bahan utama produksi tahu dan tempe.
“Potensi kedelai kita sebetulmya banyak. (Ada) di Grobogan, Wonogiri, Cilacap, Kebumen, Purworejo. Coba nanti Kepala Dinas Pertanian (Jateng) itu nanti dipikirkan,” kata Luthfi.
Terkait keberadaan Kopti dalam mengakomodir para pelaku usaha tahu dan tempe, pihaknya memberi suntikan semangat agar mampu terus eksis. Dengan eksistensi koperasi diharapkan akan mampu menjaga harga operasional termasuk penjualan. Kemudian saling tukar informasi tentang salah satu produk kegemaran masyarakat tersebut.
“Untuk tata niaga kedelai memang harus koordinasi kementerian terkait. Kita harus menyesuaikan kebijakan pusat. Tapi kita juga harus punya kreasi sendiri agar koperasi kita eksis,” ucap Luthfi.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Pemprov Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, menambahkan, kenaikan harga kedelai yang hampir menyentuh Rp10 ribu, saat ini masih di bawah Harga Acuan Pemerintah (HAP) pada angka Rp12 ribu. Artinya, Pemprov Jateng belum bisa membuat kebijakan intervensi dengan pemberian subsidi.
“Saat ini harga rata-rata kedelai Rp11.100, jadi belum bisa diintervensi dengan keluarkan subsidi,” kata dia. (*)