28.6 C
Semarang
Minggu, 6 Juli 2025

Pelajaran Duet Luthfi-Yasin

Oleh:

Bejan Syahidan

(Wartawan Jateng Pos)

JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG- Duet Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen (Luthfu-Yasin) 100 hari pertama, 1 Juni 2025 di Jawa Tengah, tidak saja dianggap berhasil dari sisi capaian program. Tetapi juga sukses menjaga harmonisasi antara gubernur dan wakilnya. Pasangan ini rukun kompak dan kuat.

Dari capaian program, pasangan ini juga tergolong cepat menunaikan janji. Selama 100 hari, dari 136 program, 38 program sudah terlaksana (28%), 75 program (54ā„…) teranggarkan. Sisanya 25 program (18ā„…) tuntas 100 persen tahun 2026.

Selain berhasil, pasangan ini juga dianggap duet yang kompak dan apik dalam berbagi peran. Antara gubernur dan wakilnya benar-benar bekerja bersama. Berbagi tugas dengan nyaman. Koordinasi komunikasi dan hubungan sangat harmonis. Rukun. Tanpa kendala.

Ini capaian yang tidak mudah. Mengingat, banyak kepala daerah yang tidak rukun dengan pasanganya. Jangankan lima tahun, atau bahkan 100 hari. Belum genap dua bulan saja sudah ada yang cek-cok. Berselisih paham hingga konflik.

Umumnya gesekan itu bermula dari masalah berbagi peran. Terutama dari sisi waki kepala daerah (Wabub, Walkot, dan Wagub). Kadang mereka merasa tidak diberi peran. Tidak diberi kesempatan. Tidak mendapat “bagian”. Setelah pelantikan hanya dijadikan ban serep. Untuk pelengkap saja. Padahal saat kampanye berjuangĀ  bersama. Sama-sama mengeluarkan modal yang besar.

Terkadang, baru berjalan hitungan bulan, tidak sedikit pasangan kepala daerah yang sudah talak. Sudah diem-dieman. Kalau toh tampil berdua, biasanya karena di depan publik saja. Di balakang sudah bermusuhan. Memendam bara. Yang kadang berujung pada saling menusuk dari belakang. Saling mengintip. Lengah sedikit saja, salah satu “dimasukkan” penjara. Bulan madu bisa jadi petaka. Memprihatinkan.

Tetapi Luthfi-Yasin tidak. Sejak dilantik 20 Februari 2025 hingga 100 hari bekerja, keduanya tetap kompak. Berjalan beriringan. Saling nyengkuyung. Ini terlihat dari kolaborasi keduanya setiap hari. Saling berbagi tugas. Tidak ada yang sengaja mendominasi. Tidak ada yang mengunci salah satunya supaya tidak bisa bergerak.

Dalam giat harian misalnya, rata-rata antara gubernur Ahmad Luthfi dan wakilnya Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), sama-sama mendapat tugas sebagai abdi negara yang nyaris setara. Kalau ada perbedaan jumlah agenda karena sudah sesuai porsinya. Gubernur lebih banyak tugas, wakilnya hanyalah membantu. Hal yang sangat wajar.

Baca juga:  Truk Rem Blong Tabrak 7 Kendaraan di Tol Boyolali, 6 Tewas

Dari agenda yang disusun protokoler pada hari-hari efektif misalnya, dari 10 agenda sehari, gubernur rerata menghadiri 5- 7 agenda. Wagub 3-4 agenda. Mereka berbagi tugas. Bahkan terkadang bareng-bareng menghadiri acara yang sama. Atau kalau gubernur berhalangan hadir, semua agenda dicover wakil gubernur. Saling mengisi dan melengkapi. Apa yang disampaikan gubernur, juga yang disampaikan wakil gubernur. Atau sebaliknya. Tidak ada yang ditutup-tutupi.

Memang ada porsi pembagian tugas dan wewenang antara gubernur dan wakilnya sesuai UU No 23/2014. Bahwa tugas Gubernur memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan Perda, dan menetapkan Perda yang telah disetujui bersama DPRD. Sementara Wakil Gubernur membantu Gubernur dalam memimpin pemerintahan daerah, koordinasi kegiatan perangkat daerah (OPD), dan melaksanakan tugas Gubernur jika berhalangan sementara. Pembagian tugas antara gubernur dan wakil gubernur juga dapat diatur lebih lanjut oleh gubernur melalui keputusan gubernur.

Namun bagi Luthfi-Yasin, aturan tersebut tidaklah berlaku kaku. Fleksibel. Tugas dan wewenang di sengkuyung bareng. Duet Luthfi-Yasin membawa kepemimpinan demokratis, delegatif, transformasional, strategis, dan multikultural.

Pertanyaanya, kenapa pasangan ini bisa kompak? Bisa harmonis? Tidak seperti sebagian pasangan kepala daerah yang pecah kongsi ditengah jalan?

Karena duet ini sama-sama tidak punya ambisi pribadi. Ambisinya sama. Untuk Jawa Tengah. Untuk menjalankan amanah melayani masyarakat. Tanpa gimik. Tanpa intrik politik. Gus Yasin tahu diri. Ahmad Luthfi tidak ambisi. Keduanya tulus-tulus saja. Iklas-iklas saja. Semua pikiran, tenaga, usaha, doa disatukan untuk Ngopeni lan Ngelakoni Jawa Tengah.

Selain itu, keduanya punya peran yang saling melengkapi. Ahmad Luthfi dari unsur nasionalis (mantan Kapolda Jateng). Gus Yasin dari kalangan religius (Kyai dan Pondok Pesantren). Duet nasionalis-religius ini tipe kepemimpinan yang dibutuhkan masyarakat.

Iktikat berbagi peran keduanya juga terlihat sejak kampanye. Ahmad Luthfi seolah “memasrahkan” untuk urusan pendekatan Kyai dan pondok pesantren kepada Gus Yasin. Sebaliknya Gus Yasin “memasrahkan” pendekatan nasionalis kepada Ahmad Luthfi. Berbagi peran ini berlanjut hingga sekarang.

Baca juga:  Bupati Semarang Apresiasi Bantuan Percepatan Vaksinasi

Nyaris Ahmad Luthfi tidak pernah melarang apa yang dilakukan Gus Yasin. Demi Jawa Tengah tulus-tulus saja. Sami’na wa atho’na. Tidak ada hitung-hitungan siapa lebih banyak tampil. Bahkan Ahmad Luthfi sering berujar jangan dirinya dan Wagub yang dipublish terus-menerus. Tetapi para kepala OPD yang bekerja secara teknis melayani masyarakat. Ini membuktikan semua pekerjaan untuk tujuan yang sama. Yakni Ngopeni 37 juta rakyat Jawa Tengah. Ini yang membuat keduanya rukun.

Lebih dari segalanya, memang, khususnya wakil kepala daerah harus tahu diri. Wakil itu hanya mewakili kalau diperintah kepala. Jika tidak ada perintah, wakil tidak punya kewenangan apapun. Itu harus disadari supaya tidak salah paham. Sebaliknya, kepala harus merasa membutuhkan wakil. Tanpa kaki, kepala tidak bisa tegak. Mantan gubernur Jateng Bibit Waluyo menyebutnya, wakil adalah awak karo sikil (badan sama kaki). Tidak ada kepala. Dia berfungsi kalau ada kepala yang memerintahnya.

Sebaliknya, kepala tidak akan berfungsi sempurna kalau tidak ada badan dan kaki (Wakil) yang menyokongnya. Kepala tanpa leher tidak akan tegak. Keduanya harus bersatu untuk bisa berfungsi baik.

Memang dalam banyak kasus, ada kepala daerah yang sengaja tidak memberi peran kepada wakilnya. Semua urusan dikuasai sendiri. Takut bersaing karena kedepan akan sama-sama maju lagi. Tidak mau bagi-bagi peluang. Padahal sama-sama bekerja untuk bisa menang. Dalam kondisi ini, wakil hanya jadi penonton. Hubungan jadi memburuk hingga pecah kongsi.

Bahkan di sebuah kabupaten, pernah ada wakil bupati sampai mutung. Mau mengundurkan diri. Dia tahu ada macam-macam peluang. Tetapi tidak diberi kesempatan. Padahal saat kampanye habis banyak juga. Bahkan berhutang. Sampai wabubnya mau mundur. Jadi TKI saja untuk mencari uang. Supaya bisa mengembalikan hutang.

Tetapi Luthfi-Yasin berhasil memberi contoh. Utuh, kompak, dan rukun. Ini harus menjadi pelajaran. Menjadi cermin pemimpin lainya. Tugas utama setelah terpilih bukan untuk bertengkar.Tetapi bersatu melayani masyarakat. Tugas pemimpin sangat berat. Tetapi pemimpin yang melayani dijamin surga. Selamat Luthfi-Yasin. Semoga Alloh berkahi. Aamiin. (*)

 

 

 

TERKINI

Rekomendasi

Lainnya