27.7 C
Semarang
Senin, 28 Juli 2025

Antara Realitas Kebutuhan Masyarakat dan Kerusakan Lingkungan

JATENGPOS.CO.ID SEMARANG– Siang itu, cuaca kota Semarang tengah panas-panasnya. Maklum, saat ini kota atlas memasuki musim kemarau yang ditandai dengan hujan yang tidak kunjungi turun dalam tiga pekan terakhir. Ditengah cuaca panas terik khas Semarang nampak di Jalan Fatmawati Raya melintas truk warna kuning.

Truk warna kuning jalan terseok-seok karena muatannya cukup berat. Sekilas memang tidak terlihat memuat apa karena ditutup terpal warna biru. Namun setelah diperhatikan secara seksama, disela-sela terpal yang bolong terlihat kalau truk tersebut mengangkut tanah urug yang diambil dari perbukitan Manguharjo Tembalang.

Saat melintas, debu berterbangan, memaksa seorang pengendara sepeda motor menutup hidungnya. Selain itu Nampak tanah urug ada jatuh, meski hanya sedikit. Ya itu lah truk pengangkut tanah atau galian C yang banyak bertebaran di sekitar Kecamatan Tembalang. Selain di Tembalang di Kabupaten Demak yang berdekatan dengan Tembalan gada usaha galian C juga.

Kehadiran tambang galian C memang banyak menimbulkan pertanyaan. Ada yang menuding usaha tersebut membuat kerusakan lingkungan, penyebba banjir dan kerusakan jalan. Namun tidak dipungkiri kalau masyarakat masih membutuhkan tanah urug untuk meninggikan rumahnya yang terancam banjir.

Belum lagi proyek pemerintah juga membutuhkan tanah urug. Sebut saja proyek strategis nasional, Jalan Tol Semarang Demak seksi 1 ruas Terboyo-Sayung. Hal ini dibenarkan oleh pengelola tambang dibawah nauangan CV Inti Daya Perkasa Jaya. Dia menyatakan tambang yang dikelolanya banyak memasok untuk kebutuhan jalan tol Semarang Demak.

Perlu diketahui usaha itu sudah memiliki perijinan komplit yang dikeluarkan oleh Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral atau ESDM Jawa Tengah. Tidak hanya itu saja usaha pertambangan yang menggandeng masyarakat sekitar itu juga sudah memiliki rekomendasi dari Dinas Tata Ruang atau Distaru Kota Semarang.

“Kami ini usaha yang legal dan sah, semua perijinan ada dan komplet, kami hanya ingin berusaha mendukung pemberdayaan masyarakat dan program pemerintah,” Rino Sutikno Manajer Operasional Tambang Galian C di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang saat ditemui kemarin di lokasi penambangan.

Dikatakan, perijinan yang dikeluarkan oleh Dinas ESDM Jateng ini tentu sudah melalui kajian yang mendalam sehingga dari segi lingkungan sudah aman. Demikian juga dari sejumlah rekomendasi yang menyertai ijin tersebut sudah dilaksanakan semua sesua ketentuan yang ada. Seperti jam operasional misalnya.

Baca juga:  Peringati HPN, Sinoeng Berharap Kritik Membangun dari Insan Pers

Rino Sutikno menjelaskan jam operasional usaha tersebut dimukai pukul 08.30. “Dengan asumsi jam tersebut anak-anak sudah masuk kelas semua, para pekerja sudah masuk kantor sehingga arus lalulintas sudah tidak sepadat saat anak-anak berangkat sekolah,” ujar Rino Sutikno saat dihubungi kemarin.

Foto Sigit Hermawan/jateng pos
GALIAN C : Salah satu usaha tambang galian C di Kota Semarang yang masih berjalan aktif.

Demikian juga dengan armada truk, pihaknya selalu mewajibkan pada driver untuk menutup muatan dengan terpal sehingga tidak tercecer di jalan. Pemasangan penutup bak truk, menurutnya merupakan kewajiban yang harus dipatuhi.

“Kami selalu mengecek semua armada yang memuat hasil galian sebelum keluar areal tambang,” katanya. Jika ada yang masih belum benar memasang terpal, petugas tambang akan langsung membantu membetulkan. Demikian juga saat musim hujan, semua armada berhenti operasi karena khawatir akan mengotori jalan.

“Hal-hal sekecil ini saja kami selalu atur, apalagi soal perijinan pasti kami patuh,” ujar Rino Sutikno. Perlu diketahui, lanjutnya hasil tambang ini digunakan untuk pemenuhan salah satu proyek strategis nasional atau PSN yakni jalan tol Semarang-Demak seksi I ruang Semarang-Sayung yang sampai saat ini masih dikerjakan.

“Jadi tidak mungkin PSN mau menerima galian dari tambang illegal, pasti mereka akan mengecek semua aspek legal formal,” katanya. Hingga saat ini menurut Sutikno, kontraktor yang menggarap PSN tersebut mempercayakan kebutuhan tanah urug pada usaha tambang yang dikelolanya. “Rata-rata sekitar 80 dump truk yang kita kirim,” katanya.

Demikian juga dengan masyarakat, pihaknya selalu berkoordinasi dengan lingkungan sekitar. Sementara itu pakar lingkungan dan tata kota Universitas Islam Sultan Agung Kota Semarang, Mila Karmila, menilai banjir bandang yang terjadi di Kota Semarang dipicu banyak faktor antara lain lantaran model pembangunan tak ramah lingkungan, termasuk usaha galian C yang tidak memperhatikan lingkungan.

“Misal, banyaknya perumahan di sekitar Ngaliyan, yang awalnya adalah kawasan hijau,” ujar dia. Menurut dia, pembangunan juga mulai bergeser ke kawasan pinggir seperti Semarang Barat wilayah atas. Hal tersebut menyebabkan alih fungsi lahan yang semula wilayah resapan air kini berdiri bangunan.

Baca juga:  Polres Wonogiri Ungkap Persetubuhan Anak Dibawah Umur

Mila menyebut, degradasi luasan wilayah tangkapan air di Kota Semarang, khususnya wilayah atas harus dikendalikan untuk mencegah banjir. “Bagaimana mengendalikan kawasan agar tidak semakin berkurang khususnya di daerah atas,” sebutnya.

Kondisi tersebut diperparah adanya kegiatan eksplorasi tanah dari daerah perbukitan di Semarang yang dikeruk. Sejak bertahun-tahun sebelum Pemerintah Kota Semarang mengatur adanya tambang praktik itu telah berjalan. “Keberadaan tambang galian C juga menjadi faktor adanya banjir,” ujar dia.

Menurutnya, tambang galian C menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi eksplorasinya. “Secara langsung hal ini juga berdampak pada kejadian banjir karena lokasi penambangan galian C biasnaya dilakukan di daerah bagian atas seperti Ngaliyan dan Tembalanh,” ujar Mila.

Padahal daerah itu merupakan wilayah tangkapan air. Kondisinya yang telah dieksploitasi menyebabkan fungsinya sebagai resapan air tak bekerja optimal. “Fungsi sebagai area tangkapan air akan hilang, berimbas pada air larian, dan mengakibatkan terjadinya banjir,” sebut dia.

Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Suharsono, menyoroti fenomena alih fungsi lahan pertanian yang semakin masif di berbagai wilayah Kota Semarang. Pihaknya mendesak pemerintah kota untuk segera memperketat regulasi terkait tata ruang dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar agar kelestarian lingkungan tidak terancam.

Dia mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya perubahan peruntukan lahan produktif menjadi kawasan industri, perumahan, usaha penambangan galian C maupun infrastruktur lainnya. “Lahan hijau adalah aset strategis. Jika alih fungsi terus dibiarkan tanpa kontrol yang ketat, kita bisa kehilangan potensi besar untuk kelestarian lingkungan,” ujarnya.

Suharsono mencontohkan beberapa wilayah yang mengalami tingkat alih fungsi lahan pertanian yang cukup tinggi. Menurutnya, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menjadi salah satu faktor utama penyebab kondisi ini. “Peraturan daerah terkait tata ruang sebenarnya sudah ada, namun implementasinya di lapangan masih lemah. Perlu ada tindakan yang lebih konkret dan tegas dari pemerintah,” tegasnya.

“Pengawasan harus dilakukan secara berjenjang dan terkoordinasi. Jangan sampai ada pembiaran terhadap pelanggaran yang jelas-jelas merugikan kepentingan masyarakat banyak,” bebernya. Pihaknya berharap, dengan adanya regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang efektif, laju alih fungsi lahan dapat dikendalikan. (sgt)


TERKINI

Rekomendasi

Lainnya