JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan keseriusan dalam melaksanakan peningkatan perekonomian melalui pengembangan ekonomi syariah yang inklusif dan berkelanjutan.
Bahkan Jawa Tengah memiliki program prioritas dalam penguatan regulasi dan pengembangan ekosistem ekonomi syariah.
Hal itu dikatakan Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin) saat membuka ‘Workshop Peningkatan Perekonomian Jawa Tengah Melalui Pengembangan Ekonomi Syariah yang Inklusif dan Berkelanjutan’, Kamis (31/07/2025) di Gedung B Lantai 5 Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
“Kita butuh sinergi antar lembaga dan stakeholder untuk mewujudkan ekosistem ekonomi syariah di Jawa Tengah,” ujar Wagub.
Dia menambahkan, sejumlah kebijakan dan program unggulan dalam mendukung program ekonomi syariah antara lain, pembentukan Komite Daerah dan Ekonomi Keuangan Syariah (KDEKS), serta Pergub No 40 Tahun 2023 Tentang Pariwsata Ramah Muslim.
Bahkan dalam waktu dekat, kata Wagub, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan menyelenggarakan ‘Jateng Halal Vaganza’ yang diadakan tanggal 23 – 29 Agustus 2025 di halaman kantor Gubernur Jawa Tengah. Acara tersebut akan menghadirkan zona kuliner yang halal, aman dan sejahtera. Sedangkan pada tahun 2026, juga akan diselenggarakan KKN Tematik yang mengangkat wisata ramah muslim, bekerja sama dengan perguruan tinggi di Jawa Tengah.
Kendati demikian, Wagub mengemukakan sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan ekosistem ekonomi syariah. Antara lain rendahnya sertifikasi halal di kalangan UMKM, keterbatasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) halal, serta kesiapan daerah yang masih terbatas.
“Pergub Nomor 40 Tahun 2023 belum diimplementasikan optimal di kabupaten dan kota. Selain itu, perlunya penguatan pemahaman dan pendampingan teknis,” tegasnya.
Disampaikanya, sejumlah hal yang perlu dituntaskan dalam implementasi ekonomi syariah, yakni rendahnya sertifikasi halal UMKM, menyangkut kepemilikan sertifikat halal karena keterbatasan pengetahuan, biaya dan akses layanan sertifikasi.
Selain itu keterbatasan fasilitas pendukung, kebijakan yang belum merata dan lemahnya sinergi serta literasi masyarakat, masih menjadi salah satu hambatan implementasi ekonomi syariah di Jawa Tengah.
“Yang paling utama adalah menyadarkan masyarakat. Tidak jarang masyarakat masih memilih yang lebih murah hanya karena terpaut Harga Rp 3.000 – 5.000, (padahal) untuk daging sudah jelas ada jaminan sertifikasi halal,” imbuhnya.
Di sisi lain, ekosistem wisata ramah muslim juga semakin meningkat melalui penguatan transportasi strategis dengan kembalinya Bandara Ahmad Yani berstatus internasional. Ini membuka peluang gerbang utama ke Jawa Tengah. Kondisi tersebut memerlukan sinergi lintas sektor dalam hal konektivitas, promosi, dan fasilitas ramah muslim.
Jawa Tengah, lanjut Wagub, sudah memiliki wisata ramah muslim yang menjadi destinasi wisata pelaku wisata dalam negeri. Yang terbaik adalah wisata ramah muslim di Kawasan Tawangmanu, lereng Lawu, Kabupaten Karanganyar. Kawasan tersebut sudah menjadi pilot project wisata ramah muslim. Selain itu terdapat juga wisata Kawasan ramah muslim di Kabupaten Semarang dan Wonosobo.
“Tidak menutup kemungkinan, ke depan Pemprov menjalin MoU Bersama kampus untuk mewujudkan KKN Tematik yang terkait dengan wisata ramah muslim,” pungkasnya.
Workshop menghadirkan sejumlah pembicara antara lain, Prof Sheikh Mohammed Ali Belaou selaku CEO Imam Foundation for Training and Development in the UK, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Jateng, Nyata Nugraha, Emir Sutan Hidayat selaku Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah di Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) dengan moderator Bayu Bagas Hapsoro. (ucl)