JATENGPOS.CO.ID. BLORA- Sejak pemerintah pusat mengucurkan dana desa ke pemerintah desa menimbulkan fenomena baru berupa munculnya oknum yang mengatas namakan wartawan. Hanya bermodal Id Card, para oknum wartawan kerap bertindak layaknya seorang penyidik apabila bertemu dengan seorang kades yang tersandung masalah. Namun, ujung-ujungnya kerap sekali meminta uang dan bantuan.
Mengantisipasi hal itu Kepala Desa (Kades)di wilayah Kabupaten Blora, dipesan oleh Wakil Bupati Arif Rohman agar tidak takut terhadap wartawan. Sebab, Menurut Arief Rahman, selama ini kades takut jika mendengar nama wartawan. Padahal tidak semua wartawan seperti itu melainkan hanya segelintir oknum yang mengatasnamakan wartawan.
Hal itu sampaikan saat pembukaan sosialisasi Undang-Undang Pers dan Berita Hoax bagi Camat, Lurah dan Kepala Desa, yang berlangsung Selasa (24/4) hingga Kamis (26/4) di salah satu hotel di wilayah Kecamatan Cepu.
Hadir dalam kesempatan itu, sejumlah pemateri jajaran pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan provinsi Jawa Tengah, Dewan Pers, serta dari Dekan FISIP UNDIP Semarang.
“Malam ini luar biasa, hadir langsung Pak Sekjen PWI Pusat, Ketua PWI Jawa Tengah dan Ketua PWI Blora. Pak Sekjen, ini teman-teman Kepala Desa itu kalau sudah dengar wartawan itu wedi (takut),” ujarnya.
Menurut Arief, acara tersebut sangat penting biar terjadi komunikasi dan dialog serta kesamaan visi misi, karena kades sekarang ini memegang amanah, memegang anggaran yang mana kalau wartawan ini bisa mendampingi tentunya diharapkan apa yang sekarang dipegang ini bisa berjalan dengan baik.
“Jadi teman-teman Kades tidak usah takut dengan wartawan, karena kita harapkan kedepan potensi yang ada di masing-masing desa ini sangat luar biasa. Nanti pemberitaannya sejauh mungkin hal-hal yang terkait potensi atau terkait dengan pembangunan yang sudah dilaksanakan. Sebab, kalau tidak diinformasikan ada kemungkinan tidak bisa terpantau,” kata dia.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatikan (Dinkominfo) Blora, Sugiyono menjelaskan, sosialisasi berlangsung mulai Selasa (24/4/2018) hingga Jumat (27/4/2018) dengan menghadirkan sejumlah nara sumber terkait.
Nara sumber yang dimaksud, Hendry CH Bangun dari Sekjen PWI Pusat dan anggota Dewan Pers Indonesia menyampaikan materi Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan organisasi wartawan Indonesia.
Kemudian, Amir Machmud, Ketua PWI Prov Jateng menyampaikan materi Berita Hoax. Serta, Yulianto, Dekan FISIP UNDIP Semarang menyampaikan materi tentang fenomena medsos, KIP dan praktik hitam wartawan jaman now.
“Sosialisasi ini sekaligus untuk memberi pemahaman kepada para aparat desa terkait kinerja pers atau wartawan terutama agar para kepala desa sebagai nara sumber memiliki hak untuk memberikan keterangan atau tidak,” ujarnya.
Wartawan, kata Sugiyono, diharapkan bisa mampu menyebarkan informasi dengan bijak. Amir Machmud, Ketua PWI Jateng mengemukakan, persoalannya saat sekarang ini makin sulit mendeteksi mana yang hoaks dan mana yang bukan.
“Saya meyakini bahwa media-media yang utama. Koran, televisi, radio. Ini lebih banyak menjadi ‘pemadam kebakaran’ dari konten-konten hoax yang muncul di berbagai portal berita yang tidak jelas,” katanya.
Di tempat yang sama Hendry CH Bangun, Sekjen PWI Pusat dan anggota Dewan Pers Indonesia ketika dikonfirmasi usai menyampaikan materi mengemukakan, diharapkan Kepala Desa memiliki pengetahuan mengenai Undang-Undang Pers, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Kode Etik Jurnalistik.
“Sehingga mereka dapat menghadapi wartawan itu bisa memiliki kiat-kiat. Karena begini, saat ini sebetulnya kalau wartawan itu mencari informasi, untuk memberitakan, untuk menyiarkan. Tetapi memang ada beberapa orang yang membajak media ini. Ngaku wartawan tapi sebetulnya dia tidak membuat berita. Ngaku wartawan tapi hanya cari duit. Kasihan Kepala Desa, sudah bekerja, capek, malah di intimidasi,” ungkapnya.
“Jadi inilah yang bisa kita harapkan kalau kepala desa memiliki pengetahuan dia bisa mengatasinya. Kalau itu wartawan benar ya kasih informasi, ya dukung,” ungkapnya.
Dewan Pers, menurut dia, merasa banyak sekali orang yang memanfaatkan kemerdekaan pers. Mencari keuntungan pribadi untuk dirinya sendiri dengan mengangkat dia seolah-olah dirinya wartawan hanya bermodal id card.
“Padahal wartawan itu profesi. Ada kompetensinya. Dia harus berlatih, taat pada kode etik,” jelasnya. (jar/feb/muz)