JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Meski baru memasuki awal tahun, namun ternyata jumlah kasus kriminal yang melibatkan anak-anak di wilayah Solo Raya sudah cukup banyak. Hal tersebut terlihat dari jumlah kasus yang ditangani Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surakarta hingga pertengahan Januari ini sudah mencapai 15 kasus.
Kepala Subsesi Bimbingan Klien Anak Bapas Surakarta, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Sutomo mengatakan, dari 15 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut, masih didominasi tindak pidana pencurian.
“Rinciannya, pencurian sebanyak enam kasus, persetubuhan dan penganiayaan masing-masing tiga kasus, kecelakaan lalu lintas (lakalantas) dua kasus dan membawa senjata tajam satu kasus. Semua kasus tersebut merupakan kasus hukum di wilayah Klaten, Sragen dan Wonogiri. Tiga besar kasus ABH di wilayah di Solo Raya,” jelasnya saat ditemui di Kantor Bapas Surakarta, Senin (15/1).
Dari 15 kasus tersebut, lanjutnya, tiga kasus persetubuhan dengan pelaku anak-anak sudah berkekuatan hukum tetap, sedangkan sisanya masih dalam proses penanganan. Adapun kasus yang muncul di awal tahun ini menurut Tomo merupakan jenis kasus yang selama ini mendominasi jenis kejahatan yang dilakukan anak-anak dibawah umur, dalam hal ini anak dan remaja mulai usia 12 tahun hingga 18 tahun.
Bahkan di 2017 lalu, pihaknya mencatat dari 200 kasus ABH yang ditangani Bapas Surakarta, sebanyak 30 persen merupakan kasus pencurian, sedangkan sisanya kasus penganiayaan dan persetubuhan masing-masing 25 persen, sebanyak 15 persen kasus pidana lainnya, seperti lakalantas, membawa senjata tajam dan narkoba. Jumlah tersebut turun 10 persen dibandingkan kasus di 2016 yang mencapai 222 kasus ABH. “Narkoba ada tapi sangat kecil prosentasenya. Tahun lalu saja kami hanya menangani satu anak yang kedapatan sebagai pengguna dan pengedar,” paparnya.
Disinggung mengenai penindakan hukum yang diberikan kepada ABH, Tomo mengatakan, dari 200 kasus hanya 30 persen yang diproses ke peradilan, sedangkan sisanya pelaku dikenakan diversi atau hukuman pembinaan.
“Karena untuk kasus dengan pelaku anak, hanya bisa dibawa ke peradilan jika kejahatan yang dilakukan ancamannya diatas 7 tahun atau merupakan tindakan berulang. Artinya, anak ini sebelumnya pernah melakukan kejahatan serupa,” ujarnya. (jay/saf)