JATENGPOS. CO. ID, SOLO – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) provinsi Jawa Tengah (Jateng) ikut memantau kasus pencabulan anak pada korban GK (21), yang saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Surakarta.
Diketahui kasus dengan terdakwa SK (70), ia melakukan aksi pencabulan terhadap GK, anak tirinya. Ironisnya aksi pencabulan sudah terjadi selama 9 tahun sejak korban berusia 12 tahun dan kini berusia 21 tahun.
“Kami mengapresiasi atas kinerja kepolisian Polres Surakarta yang bergerak cepat, hingga dalam waktu cepat pula perkara ini dapat disidangkan, kami akan kawal terus kasus ini sampai tuntas,” kata Dhony Fajar Fauzi, ketua Komnas PA Jateng, pada awak media di kantornya di Karangasem Laweyan Solo, Rabu (22/5/2024).
Dhony mengatakan pihak Komnas juga melakukan investigasi pada kasus tersebut. Sebuah informasi yang membuat miris diketahui bahwa sang ibu korban diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut, diketahui ia mengetahui aksi bejat sang suami, bahkan saat pertama kali dilakukan korban ikut . memegangi tangan sang anak agar tidak berontak.
“Dari hasil investigasi kami menarik hipotesis, bahwa ibu kandung korban, AS (63), patut dianggap turut serta dalam tindak pidana pencabulan anak, karena AS tahu, bahkan dengan sadar membantu memegangi tangan anaknya saat pertama kali aksi cabul dilakukan,” tandas Dhony.
Seperti diketahui dalam tuntutan jaksa, AS ibu kandung korban mengaku ia dalam tekanan saat membiarkan sang anak menjadi tempat pelampiasan napsu suaminya.
“Untuk bisa memastikan, apakah pernyataan AS benar-benar dibawah ancaman atau tidak, maka kami menghimbau adanya ahli yang tersumpah, untuk memberikan keterangan jika AS selama bertahun-tahun membiarkan anak kandung dicabuli oleh ayah tirinya karena adanya tekanan dan ancaman,” tegas Dhony yang didampingi Rosalia Esther Dini Kusuma, Ketua Komnas Anak Solo.
Dengan informasi tersebut, bisa disebutkan terjadi tindak eksploitasi anak yang dilakukan oleh ibu korban AS terhadap anak kandungnya.
“Kami berharap Polisi perlu membuka kembali penyidikan kembali terhadap AS. Ia harus ikut bertanggungjawab,, karena melakukan pembiaran, bahkan membantu SK untuk menjalankan tindak pencabulan terhadap korban GK dan yang berlangsung selama 9 tahun.” Imbuh Dhony.
Sementara Rosalia Esther Dini Kusuma menegaskan, Komnas PA kota Surakarta fokus melakukan pendampingan terhadap korban dan untuk ke depan bersama dengan Unit PPA Polres Surakarta, DP3AP2KB Surakarta, serta instansi terkait lainnya untuk memberikan pendampingan psikologi.
“Kami tetap terus mengawal dan melakukan pendampingan Korban GK, sebab tugas kami memang melakukan pendampingan terhadap anak yang bermasalah” ujar Ema.
Kasus tersebut bermula saat SK menikah dengan AS tahun 2009. Ketika itu korban masih berusia sekitar 7 tahun. Setelah menikah, ketiganya tinggal bersama dalam satu rumah di Kadipiro, Solo.
Selama tinggal serumah, ketiganya tidur satu kamar dan berjalannya waktu, SK timbul hasrat birahinya untuk mencabuli GK, namun awalnya ketika hasrat itu mau dilakukan, AS awalnya melarang, karena korban masih belum cukup umur.
Namun, setelah beberapa tahun kemudian, setelah GK sudah lulus SMP baru terdakwa diijinkan AS untuk melakukan tindak pencabulan. Bahkan saat melakukan hubungan badan pertama kali, AS dengan sadar ikut membantu memegangi tangan korban.
Peristiwa pertama terjadi di ruang tamu. Setelah kejadian itu, maka perbuatan pencabulan itu berlangsung berulangkali dan sehingga menjadikan sesuatu kebiasaan.
Masalah muncul saat korban menikah, setelah itu jadi cekcok antar keluarga tersebut hingga berbuntut mengungkit peristiwa pencabulan yang dilakukan SK pada GK. Kasus tersebut masih dalam proses persidangan di PN Solo. (dea/jan)