Kasus Pimpinan Ponpes di Ungaran Diduga Cabuli Santriwati Naik Penyidikan, Ini Tanggapan MUI Jateng

Ketua MUI KH Ahmad Darodji memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus dugaan pimpinan Ponpes di Ungaran mencabuli santriwati, Rabu (1/3/2023). FOTO:MUIZ/JATENGPOS

UNGARAN. JATENGPOS.CO.ID- Polres Semarang meningkatkan proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Kelurahan Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat berisial ZM (50) terhadap santriwati N (16), naik menjadi penyidikan. Polisi telah memeriksa korban, terlapor dan para sejumlah saksi.

“Proses (hukum dugaan pecabulan oknum pimpinan Ponpes, red) telah kami tingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Untuk status terlapor, masih menunggu gelar perkara,” ujar Kapolres Semarang AKBP Achmad Oka Mahendra kepada wartawan di Mapolres Semarang, Rabu (1/3/2023).

Disebutkan Oka, jika alat bukti dan saksi mencukupi, pihaknya akan segera menetapkan pimpinan Ponpes menjadi tersangka. Barang bukti sudah dikumpulkan petugas, diantaranya pakaian seragam, baju, dan alat komunikasi milik korban.

“Untuk visum juga sudah kita dapatkan, tinggal menunggu hasil pemeriksaan. Untuk saksi petugas sudah memeriksa lima orang termasuk saksi korban. Kita terus mendalami keterangannya. Saksi lain akan kita panggil jika dibutuhkan,” tandas AKBP Oka.

Mengenai kemungkinan adanya korban lain, Oka menegaskan saat ini fokus pada kasus yang dilaporkan. “Kita gerak cepat menyelesaikan yang satu ini, kalau status terlapor sudah meningkat, kita dalami kemungkinan adanya korban lain. Kita masih terus melakukan penyidikan mohon bersabar,” terang AKBP Oka kepada wartawan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah KH Dr Ahmad Darodji menanggapi kasus ini mengatakan, pelaku harus diproses sesuai hukum berlaku sesuai dengan perbuatannya. Ia meminta agar diperlakukan sama seperi pelaku lain, tanpa memandang embel-embel pelaku seorang kiai.

“Silahkan diproses hukum meski kiai atau ulama di mata hukum sama. Mohon jangan digunakan kekiaiannya. Waktu ia melakukan itu (pencabulan, red) pasti melupakan kekiaiannya,” tegas KH Darodji kepada Jateng Pos saat di rumah dinas Bupati Semarang Jalan Ahmad Yani Ungaran, Rabu (1/3/2023).

Menurutnya, jika dalam proses hukum masih menggunakan kekiaian dikhawatirkan ke depan akan ada lagi orang yang merusak atas nama kiai. Di mata hukum siapapun melakukan perbuatan bersalah harus patuh pada perundang-undangan.

“Sebut saja namanya tidak usah gunakan embel-embel kiai, dan jangan membawa-bawa nama kiai. Lanjut saja proses hukum,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Surya Kusuma Wardana mengatakan, korban dicabuli oleh pengasuh ponpes berinisial ZM sebanyak dua kali berturut-turut pada Senin-Selasa (23-24/1/2023).

“Awalnya pelaku dan istrinya keluar rumah. Tapi tak lama kemudian, pelaku kembali seorang diri dan meminta untuk dipanggilkan korban,” ujarnya.

Kemudian korban diminta untuk mengupas jagung. Pada momen tersebut, pelaku bertanya hal mesum kepada korban.

“Pelaku bilang, ‘ini jagungnya kayak kok ada rambutnya kalau punyamu ada rambutnya ndak’, bahasanya gitu. Korban diam, lalu pelaku mencium pipi kanan kiri sambil memeluk korban,” jelasnya kepada wartawan.

Selanjutnya pelaku membuka sarungnya, dan korban diminta memegang kemaluannya hingga keluar spermanya. Selain itu, tangan pelaku juga dimasukkan ke kemaluan korban hingga menyebabkan luka. Setelah kejadian tersebut, korban kabur dari pondok.

“Korban menceritakan kejadian yang dialami ke teman dan kakaknya, lalu melapor ke polisi pada Jumat (24/2/2023),” pungkasnya. (muz)