Kebijakan Energi Nasional Harus Didasari Semangat Kemandirian

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat

JATENGPOS.CO.ID,  JAKARTA – Kebijakan energi harus bertitik tolak pada paradigma berpikir bahwa sumber daya energi mesti menjadi modal pembangunan nasional, melalui perwujudan kemandirian pengelolaan energi.

“Kita harus mulai memiliki road map kebutuhan energi nasional dengan target zero emision dan harus dipikirkan dengan serius,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Ketahanan Energi Nasional Menuju Zero Emision yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem Bidang Energi dan Mineral, Rabu (24/11).

Diskusi yang dimoderatorti Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) menghadirkan Dr. M. Kholid Syeirazi (Direktur Eksekutif Energy for Policy), Dr. Kurtubi (Ketua Bidang Mineral dan Energi DPP Partai NasDem) dan Tri Mumpuni (Pendiri Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan /IBEKA)) sebagai narasumber.

Hadir pula Hadi Ismoyo (Sekjen Ikatan Ahli Teknik Migas Indonesia (IATMI)) dan Yunanto Wiji Utomo (Jurnalis Sains Kompas.com) sebagai penanggap.

Aturan dan undang-undang yang mengatur tentang sumber energi, jelas Lestari, harus benar-benar menjadi dasar untuk pencapaian target pembangunan energi nasional.

Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap para pemangku kepentingan memastikan energi berbasis fosil ditinggalkan untuk menuju realisasi kesepakatan di sektor energi yang menargetkan zero emision pada 2050.

Negara, menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, harus mampu menyediakan energi bagi warga negaranya lewat regulasi atau kebijakan yang tepat, dalam upaya mencapai target tersebut.

Pendiri IBEKA, Tri Mumpuni berpendapat, pemerintah harus memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola operasional pembangkit-pembangkit listrik kecil dengan energi terbarukan, seperti tenaga surya, panas bumi, dan alliran air sungai.

Menurut Tri Mumpuni, produksi listrik yang dihasilkan memang kecil, tetapi bila jumlahnya banyak kan juga produksinya juga banyak dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Pembangkit listrik energi mikrohidro misalnya harus diakomodir dan dibantu agar lebih presisi agar bermanfaat lebih baik,” ujar Tri Mumpuni.

Direktur Eksekutif Energy for Policy, Kholid Syeirazi menegaskan, ketersediaan energi bagi masyarakat itu merupakan tanggung jawab negara.

Penyediaan energi baru dan terbarukan saat ini, jelas Kholid, bila dihitung secara korporasi diperkirakan tidak efisien sehingga perlu dorongan kebijakan politis dari pemerintah untuk melaksanakannya.

“Kholid sepakat program zero emisi harus didukung, namun pemerintah harus mempertegas cara merealisasikannya,” ujarnya. Diakui Kholid, kebijakan energi yang diterapkan pemerintah seringkali tidak konsisten sehingga sulit bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam memproduksi listrik dengan memanfaatkan energi terbarukan.

Ketua Bidang Mineral dan Energi DPP Partai NasDem, Kurtubi berpendapat transisi penggunaan energi fosil ke energi terbarukan harus dilakukan secara bertahap dengan strategi yang tepat.

Pemerintah, tegas Kurtubi, harus cerdas dalam melakukan alih energi ke energi baru dan terbarukan, apalagi energi ini akan diaplikasikan ke pembangkit listrik dan transportasi.

Kurtubi berharap, pemerintah membuka kemungkinan pemanfaatan energi nuklir sebagai alternatif dari energi baru dan terbarukan, yang memiliki keunggulan ketersediaan bahan bakunya yang memadai di tanah air.

Sekjen Ikatan Ahli Teknik Migas Indonesia (IATMI), Hadi Ismoyo mendukung upaya transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang harus dilakukan dengan arif dan bijaksana.

Transisi energi fosil ke energi terbarukan, tegas Hadi, harus mengedepankan kearifan lokal dan tahapan transisinya lewat pemanfaatan energi gas, yang cadangannya cukup memadai di tanah air.

Jurnalis senior, Saur Hutabarat menilai bila energi terbarukan bisa diaplikasikan, ditambah dengan energi nuklir dan berbagai upaya pemanfaatan energi di sekitar kita, sebagian permasalahan energi nasional kita bisa teratasi.

Sangat disayangkan, ujar Saur, inkonsistensi kebijakan pemerintah di bidang energi menyebabkan potensi energi baru dan terbarukan yang berlimpah di tanah air belum mampu dimanfaatkan dengan baik.(udi)