JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian tengah mendorong pengembangan pertanian terpadu (integrated farming) guna mendukung upaya Pemerintah dalam mewujudkan lumbung pangan.
Saat mengunjungi pola integrated farming di Desa Jagan Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menjelaskan pola pertanian terpadu dengan menerapkan “zero waste” belakangan ini banyak ditekuni petani untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan secara holistik dalam satu lahan.
Pola integrated farming ini merupakan pengelolaan pertanian terpadu, di mana dalam satu hamparan dibudidayakan banyak komoditas yakni padi, sayur, ayam, lele, sapi dan komoditas pangan lainnya.
“Dalam mewujudkan kemandirian pangan, Kementan sangat mendukung petani dalam melakukan metode pertanian integrated farming dengan zero waste yang artinya penggunaan eksternal input diminimalisasi, apa yang ada di dalam di institusinya diputar agar efisien dari sisi input,” kata Suwandi melalui keterangan di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan Kementan sangat serius mendorong pengembangan pola integrated farming ini melalui pemberian bantuan KUR, bantuan bibit dan sarana produksinya lainya.
Pola ini menjadi model untuk dikembangkan di berbagai daerah, tidak terkecuali di pembangunan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah agar terwujudnya ketahanan pangan nasional.
Dalam kunjungan tersebut, petani juga diberikan KUR Kostraling, khususnya di sektor penggilingan dengan total sebesar Rp275 juta. Suwandi mengingatkan petani yang tergabung dalam Gapoktan agar mencari “offtaker” yang akan bermitra dengan perbankan untuk mengakses KUR.
“Kami sangat mengapresiasi penerapan integrated farming yang sudah dilakukan di lahan 2 hektare. Beragam komoditas dibudidayakan secara terintegasi. Kami berharap petani di daerah lain dapat menerapkan pola integrated farming ini lahan lahan pertanian,” kata Suwandi.
Suwandi menambahkan bahwa saat ini ada lima fokus kerja Kementan dalam mengupayakan percepatan pemulihan ekonomi dan sosial pasca pandemi COVID-19. Program tersebut antara lain, program ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas (program spesifik), program nilai tambah untuk daya saing industri (program lintas K/L), riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi (program lintas K/L), pendidikan dan pelatihan vokasi, dan program dukungan manajemen.
Dalam kesempatan tersebut, Heri Sunarto, pengelola pertanian terpadu di Desa Jagan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo tersebut kini sudah berhasil dalam menerapkan “integrated farming” menuju zero waste (bebas sampah).
Konsepnya adalah membangun waduk lokal sebagai kolam penampungan agar cakupan airnya lebih luas. Di dalam bak besar kolam penampungan berdiameter 3 meter yang berjumlah 6 tersebut dibudidayakan ikan lele, nila dan patin.
“Tidak hanya untuk perikanan namun juga ada peternakan ayam, lahan minapadi dan lahan sawah tadah hujan. Jadi di kolam penampungan ini nanti bisa memfilter kotoran dan sisa pakan. Masuklah air tersebut ke minapadi, setelah itu baru ke lahan padi tadah hujannya,” kata Heri.
Heri memanfaatkan limbah ikan dan ternak ayam untuk menjadi bahan pupuk. Agar efisien, ia pun memanfaatkan limbah rumah tangga dan sisa sembelihan ayam untuk bahan pakan ikan.
Alhasil, Heri mengaku kini sudah mendapat net profit Rp200 juta sampai Rp300 juta per hektare per tahun dari hasil budidaya peternakan, perikanan dan pertanian. Bahkan, pertaniannya sudah menerapkan IP 4 artinya setahun didesain untuk ditanam 4 kali. (fid/ant)