JATENGPOS.CO.ID, BRASTAGI – Kementerian Pariwisata benar-benar memaksimalkan seluruh potensi yang ada di Danau Toba. Kali ini, yang digali adalah potensi wisata kuliner dan belanja. Caranya, melalui Focus Group Disscusion (FGD).
FGD Kesepahaman Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja, digelar Kamis (23/5). lokassnyab di Grand Mutiara Hotel Brastagi, Jalan Peceren Nomor 168, Brastagi, Karo, Sumatera Utara (Sumut). Jumlah pesertanya 35 orang. mereka berasal dari Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha Kuliner, Asita, PHRI, Akademisi, TA/TO, dan komunitas.
FGD juga melakukan penyusunan nota kesepahaman dan MoU. Isinya, mengikat Pemerintah Daerah dengan para stakeholder pariwisata (pentahelix).
Kepala Bidang Bina Obyek Usaha Pariwisata Disbudpar Sumut Maike Moganai Ritonga mengungkapkan, FGD memetakan potensi pariwisata di Sumut.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Kemenpar karena sudah memfasilitasi FGD di sini. Pasti ada banyak ilmu yang didapat peserta. Dari situ, wawasan berkembang untuk menciptakan inovasi. FGD ini memetakan semua potensi di sini. Lalu, disusunya menjadi road map. Disoroti juga kemasan, promosi, hingga pelayanannya. Semua harus optimal,” ungkap Maike, Kamis (23/5).
Ada 4 tema yang dibahas. Pertama, pembahasan ‘Kebijakan Pengembangan Wisata Budaya’. Ada juga ‘Identifikasi Potensi Wisata Kuliner dan Belanja Kabupaten Karo’. Tema lain adalah ‘Program Kerja BODT yang Mendukung Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja’. FGD lalu ditutup bahasan ‘Strategi dan Kebijakan Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja’.
“Karo masuk 7 kabupaten yang berada di Kawasan Danau Toba. Potensi yang dimilikinya sangat besar. Yang jelas, setelah FGD ini, keberlanjutan program pariwisata akan semakin optimal. Sumut, Karo dan Medan akan mendapat banyak value dari industri Wiskuljanya,” terang Asisten Deputi Pengembangan Wisata Budaya Kemenpar Oneng Setya Harini.
Menurut Oneng, sebanyak 60% wisatawan datang ke Indonesia karena budaya. Untuk alam 35% dan manmade 5%. Dari budaya, spending 45% mengalir di wisata belanja dan kuliner. Sekitar 20% spending dialirkan menuju heritage, lalu 35% masuk wisata kota dan pedesaan.
Melalui FGD, Wisata belanja dan kuliner di Kawasan Danau Toba diarahkan menjadi atraksi lengkap dengan storytelling.
Atraksi kuliner dikemas dari penyiapan bahan baku, pengolahan, penyajian, hingga cara menikmatinya. Konsep tersebut lalu dikuatkan dengan storytelling dan sejarah kulinernya. “Kemasan tersebut untuk memunculkan aktivitas dan kreativitasnya. Untuk itu, pelaku industri Wiskulja dikumpulkan di FGD. Setelah ini, tahap berikutnya menyusun pola perjalanannya,” papar Oneng lagi.
Rangkaian FGD pun memunculkan deklarasi berupa kesepahaman. Ada 4 point yang menjadi rujukan. Isinya seperti, bentuk komitmen dan pertanggungjawaban untuk tetap menyelenggarakan pariwisata. Optimalsiasi berbagai potensi daerah untuk kelestarian dan manfaat ekonomi. FGD juga sepakat terus melestarian berbagai kekayaan daerah. Lalu, point lainnya penguatan sinergi stakeholder pariwisata.
“Kesepahaman sudah didapat untuk optimalisasi Kawasan Danau Toba. FGD sudaha menghasilkan point ideal. Kami harap semua stakeholder bisa langsung mengaplikasikan apa yang sudah disepakati. Sebab, potensi Kawasan Danau Besar. Kalau dioptimalkan pasti akan mendatangkan manfaat ekonomi,” tegas Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani.
Pergerakan wisatawan menuju Kawasan Danau Toba memang positif, termasuk di Karo. Mengacu arus wisman di Sumatera Utara, warga Malaysia yang berkunjung sekitar 30.003 orang. Angka di triwulan pertama 2019, jumlahnya mencapai 59,9% dari total wisman yang hadir. Singapura berada di strip 2 dengan angka 4.098 orang wisatawan atau 8,97%.
“Kami yakin, pelaku pariwisata di sana akan mendapatkan input ekonomi maksimal. Potensi bisnis yang ditawarkannya sangat menjanjikan. Dengan sinergi bagus, maka sebaran bisnisnya semakin besar. Dan, masyarakat umum bahkan berpotensi mendapatkan inkam dari aktivitas pariwisata,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. (rif)