JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Konser Musik Perbatasan Atambua (KMPA) 2019 akan diwarnai dengan seni dan budaya khas Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada Tari Likurai dan Musik Sasando. KMPA 2019 akan digelar 8-9 Maret, di Lapangan Umum Simpang Lima, Atambua, Belu, NTT. Bintang tamu utama dalam Konser Perbatasan Atambua 2019 adalah band d’Masiv (Indonesia) dan Penyanyi Gerson Oliveira (Timor Leste).
Sebagai pembuka performa d’Masiv dan Gerson, Tari Likurai dan Musik Sasando akan tampil lebih dahulu. Seni dan budaya NTT ini dijadwalkan tampil 2 hari beruntun.
“KMPA 2019 akan semakin meriah dengan Tari Likurai dan Musik Sasando. Keduanya memang khas dari NTT. Publik sudah sangat mengenal dua budaya ini. Jadi, pastikan KMPA 2019 menjadi destinasi terbaik untuk berlibur,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani, Kamis (21/2).
Tari Likurai adalah tarian perang. Ciri khasnya, penari pria dilengkapi pedang. Untuk penari wanitanya membawa atribut Tihar atau kendang kecil. Tarian ini kerap digunakan sebagai ungkapan syukur dan kegembiraan. Tari Likurai juga menjadi media untuk menyambut para tamu penting.
“Tari Likurai ini luar biasa. Gerakannya indah. Kehadiran Tari Likurai ini akan menguatkan warna terbaik NTT sebagai destinasi wisata,” terang Kiki, sapaan Rizki Handayani.
Dibawakan oleh masing-masing 10 penari pria dan wanita, Tarian Likurai memiliki gerakan khas. Gerak tubuh antara penari pria dan wanita berbeda. Gerak penari wanita didominasi oleh gerakan tangan yang memainkan kendang. Kedua kakinya pun menghentak bergantian. Tubuhnya melenggak ke kanan dan kiri sesuai irama.
Bagaimana dengan penari pria? Gerakan penari pria didominasi permainan pedang. Posisi kedua kaki juga sama-sama menghentak hingga terlihat dinamis. Dinamika menjadi berwarna karena ada gerakan merunduk dan berputar.
Kiki menambahkan, prestasi besar banyak dibukukan oleh Tarian Likurai. Dan, semuanya semakin menegaskan nuansa eksotis.
“Prestasi membanggakan banyak ditorehkan oleh Tari Likurai ini. Tarian ini bahkan dikemas menjadi festival dan selalu dibanjiri wisatawan. Keberadaan festival ini bahkan menjadi aset penting pariwisata NTT,” kata Kiki lagi.
Lebih membanggakan, Tari Likurai pernah masuk rekor MURI, Oktober 2017. Tarian ini dibawakan oleh 6.000 penari di Bukit Fulan Fehan. Background penarinya adalah pelajar dari 3 kabupaten di zona crossborder NTT. Tari Likurai semakin lengkap karena disajikan dalam opening ceremony Asian Games 2018. Kehadirannya kembali menyedot perhatian publik dunia.
“NTT ini sangat kaya dengan budaya. Tari Likurai dan Musik Sasando adalah sebagian dari kekayaan budaya itu. Sama seperti Tari Likurai, Musik Sasando juga terkenal. Sebab, suara yang dihasilkan dari alat musik tradisional ini khas dan indah,” tegas Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani.
Sasando merupakan alat musik tradisional dengan dawai. Secara harfiah, Sasando diadopsi dari Sasando yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Dengan bentuknya yang khas, bagian utama Sasando ini berupa tabung panjang dari bambu. Pada bagian tengahnya diberi fret melingkar, lalu direntangkan dawai-dawai dari atas ke bawah. Uniknya, pembungkus Sasando berupa anyaman daun lontar.
“Tari Likurai dan Musik Sasando akan menjadi pembuka yang bagus di KMPA 2019. Keduanya punya keunikan masing-masing. Dengan komposisi seperti ini, kami optimistis KMPA 2019 akan menarik arus wisatawan Timor Leste dalam jumlah besar,” jelas Ricky.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengungkapkan, KMPA 2019 semakin khas dengan warna budaya Tari Likurai dan Musik Sasando.
“Kami tunggu semuanya di KMPA 2019. Silahkan nikmati beragam budaya, dari kekayaan tradisonal sampai kontemporer. Ada banyak kemeriahan yang disajikan sampai malam setiap harinya,” tutupnya.(rif)