Oleh: Mufid Rahmat (Aktivis Ormas Keagamaan)
Sebagaimana diketahui, nabi Sulaiman adalah nabi yang sangat kaya dan memiliki mukjizat bisa berkomunikasi dengan jin, angin, burung dan makhluk hidup lainnya. Juga dengan mudah menaklukkan wanita digdaya, ratu Bilqis.
Sebagai ungkapan syukurnya kepada Allah SWT atas karunia yang diterimanya, terbersit dalam benaknya untuk memberi makan kepada semua makhluk yang hidup di laut dan darat. Niat ini benar benar tulus tidak terkait dengan kibir dan politik elektoral.
Sukseskah “program” perhelatan akbar nabi Sulaiman alaihissalam ? Apa korelasinya dengan program makan bergizi yang dideclear oleh presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto?.
*Mencengangkan*
Sebagai nabi yang selalu taat kepada Allah SWT serta memegang prinsip kehambaan, nabi Sulaiman meminta izin kepada Allah sebelum mengeksekusi keinginannya.
“Tuhanku, perkenankan hamba menyediakan makan gratis bergizi untuk semua makhluk hidup setahun penuh,” pintanya.
“Kamu tidak akan mungkin sanggup,” kata Allah.
“Kalau begitu, ijinkan hamba barangkali sehari saja,” kata nabi Sulaiman menawar.
Allah mengabulkan permohonan nabi Sulaiman. Bermodalkan “rekomendasi ” dari Allah, nabi Sulaiman memerintahkan pasukannya yang terdiri dari manusia dan jin untuk melakukan pendataan atau sensus untuk mendata semua makhluk di muka bumi. Juga memerintahkannya untuk memasak dan menyajikannya untuk perhelatan akbar tersebut. Pasukan bekerja ekstra selama 40 hari.
“Sulaiman, siapa duluan yang akan kau beri makan?,” kata Allah.
“Mohon izin, makhlukMu yang ada di daratan dan lautan, ya Allah,” jawab nabi Sulaiman.
Allah lalu memerintahkan ikan paus, penghuni samudera yang luas untuk memenuhi undangan makan gratis bergizi nabi Sulaiman. Ikan paus dimaksud benar benar ikan raksasa, yang juga disebut sebagai ikan nun, bukan manusia super rakus atau ahli hipnotis.
“Wahai Sulaiman, hari ini Allah SWT menjadikan rejekiku melalui tanganmu,” kata ikan paus. Diapun dalam waktu sekejap menghabiskan menu makanan yang menggunung yang dipersiapkan selama 40 hari oleh tim profesional.
“Mana lagi Sulaiman porsi makanan yang harus aku santap ?. Aku masih lapar,” kata ikan paus.
Apa yang telah dilakukan oleh ikan paus benar benar mencengangkan semua orang, tidak terkecuali pemilik ide, nabi Sulaiman. Dia tidak punya prediksi juga firasat jika seekor ikan mampu melahap semua makanan yang dikonsep untuk satu hari bagi semua makhluk di daratan dan lautan.
Dia menunduk, introspeksi, muhasabah dan dengan lirih menegaskan kekuasaan Allah yang tiada batas dan tiada tandingannya.
Meski bisa dikatakan gagal, tidak ada sorak penghinaan, tidak ada bully juga tidak ada persekusi. Nabi Sulaiman juga tidak berspekulasi mengulangi tahun berikutnya.
*Program makan bergizi presiden*
Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto, salah satu visinya memberikan makan siang gratis bagi anak sekolah, balita dan ibu mengandung. Simulasi dan uji coba telah dilakukan secara parsial. Tidak lama kemudian program makan siang gratis nomenklatur nya diubah menjadi program makan pagi bergizi.
Estimasi dana yang dibutuhkan, semula mencapai sekitar Rp 450 triliun dengan jumlah sasaran sekitar 83 juta orang. Harga satuan sekitar 15 ribu rupiah per porsi.
Hitung hitungan tersebut mengalami perubahan. Terkini, anggaran yang dibutuhkan sekitar 78 triliun rupiah, sedangkan satuan harga menjadi sekitar 7.500 rupiah per porsi. Untuk merealisasikannya telah dibentuk sebuah Badan Gizi Nasional sekaligus melantik kepala Badan Gizi, Dadan Hindayana yang bertanggung jawab keberhasilannya.
Sejak awal dideclear, program tersebut menuai pro – kontra. Logis, ini negara demokrasi, apalagi beririsan dengan persoalan politik, persoalan kontestasi.
Dalam konteks nawaitu, presiden Prabowo tidak jauh berbeda dengan nawaitu nabi Sulaiman. Sangat mulia, yaitu ingin tersedianya makan bergizi gratis, kecukupan gizi untuk perkembangan kognitif dan kesehatan serta sebagai bentuk mitigasi stunting.
Pada tataran ide program tersebut idealistik, pada tataran praksis, tentu ada problematika dan dinamika. Itu logis karena sasaran tersebar di seluruh pelosok negeri dengan karakteristik sosial budaya yang berbeda serta demografi yang berbeda pula.
Tentu, kita berharap tidak ada “ikan paus” yang menggagalkan program bagus tersebut. Dalam konteks Indonesia banyak program bagus, seperti bansos dan sejenisnya dilahap “ikan paus”, meski segelintir dari “ikan paus” tersebut masuk jeruji.
Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari program makan bergizi gratis. Pertama, program tersebut sebenarnya tidak mewah tetapi membuat terperangah. Cuma makan pagi bergizi senilai sekitar 7. 500 rupiah. Jika dihitung secara matematis dan diprogram dengan manajemen modern angka komulatif nya sangat besar, sehingga berpotensi menakutkan dan memicu pro kontra.
Seorang buruh pabrik akan merasa takut dan tercengangn jika makan paginya, juga makan siang dan malamnya dihitung secara matematis. Untung mereka menggunakan manajemen “gaib”, yang penting bisa makan. Demikian pula para buruh/karyawan.
Kedua, esensi program tersebut sebenarnya terciptanya masyarakat Indonesia yang sehat, cerdas, berprestasi, bermartabat dan sejahtera. Ada banyak cara untuk mewujudkannya, antara lain memaksimalkan semua sumberdaya alam dan sumber daya lainnya untuk kemakmuran seluas luasnya, memberi pelayanan dasar yang komprehensif dengan kontrol yang sehat dan kuat, memangkas disparitas ekstrem antara kelas menengah ke bawah dan kelas menengah ke atas, kemudahan usaha dan penurunan indeks korupsi secara ekstrim.
Ketiga, adanya instrumen evaluasi yang kredibel dan terbuka. Jika memang dari hasil evaluasi program tersebut tidak signifikan dari yang diinginkan, perlu ada keberanian politik untuk menghentikannya, sebagaimana nabi Sulaiman tidak berspekulasi mengadakan perhelatan akbar makan gratis setelah melihat realitas ikan paus.
Janji harus dipenuhi, tapi janji yang terkendala teknis bisa dikonversi dengan bentuk lain. Niat baik dapat satu pahala, jika dikerjakan dan membawa kebaikan dapat dua pahala, insyaallah.(*)