JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA– Wakil Ketua Komisi X DPR, Himmatul Aliyah, menilai kasus guru honorer Supriyani di Konawe Selatan (Konsel) terkait dugaan penganiayaan anak polisi harus dilihat dari dua sisi, yakni siswa dan pendidik. Himmatul mendorong Supriyani diberi kesempatan untuk tetap ikut tes PPPK.
“Tapi pada kasus Ibu Supriyani ini, kita juga harus melihat bahwa yang tertuduh ini adalah seorang guru, seorang pendidik dan kejadiannya pun di sekolah, yang di mana Ibu Supriyani ini berarti sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang guru, yang berarti guru berhak mendapatkan perlindungan dalam menjalankan tugasnya,” kata Himmatul dalam keterangan tertulis, Selasa (29/10).
Himmatul menilai banyak regulasi yang dikeluarkan oleh negara untuk terciptanya suasana sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Regulasi tersebut antara lain UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Permendikbud Nomor 82 tahun 2015, hingga Permendikbud Nomor 10 tahun 2017.
“Semua regulasi tersebut merupakan kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Adapun bentuk perlindungan yang diberikan kementerian pendidikan adalah bentuk advokasi nonmitigasi, termasuk di dalamnya konsultasi hukum, mediasi, dan pemenuhan dan/atau pemulihan hak pendidik,” ujarnya.
Dalam kasus guru Supriyani, Himmatul mengatakan Supriyani sedang menjalani tahapan seleksi PPPK 2024 dan juga sedang menjalani pendidikan profesi guru (PPG). Himmatul mendorong agar Supriyani mendapatkan kesempatan PPPK dan PPG.
“Saya mendukung tindakan yang dilakukan oleh PGRI mengambil sikap untuk tetap memberikan kesempatan Ibu Supriyani mengikuti tes PPPK 2024 dan juga kepada Kemendikdasmen memberikan bantuan afirmasi yaitu pemberian kesempatan lulus kepada Ibu Supriyani untuk menjadi PPPK sehingga dapat mengajar lebih baik lagi ke depannya,” ucap politikus Partai Gerindra itu.
Pada akhirnya, Himmatul berharap kasus guru Supriyani ini dapat selesai dengan adil. Jadi, kasus serupa tidak terulang di dunia pendidikan Tanah Air.
“Karena dalam kasus ini, Ibu Supriyani sedang dalam menjalankan tugas profesinya, mengingat sebagai seorang pendidik punya kewenangan kepada anak didiknya baik itu berupa memberikan penghargaan ataupun hukuman yang sesuai dengan norma dan kaidah kode etik seorang pendidik,” imbuhnya.
Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulawesi Tenggara masih melakukan penyelidikan terkait penanganan perkara guru di Kabupaten Konawe Selatan Supriyani yang diduga melakukan kekerasan terhadap anak seorang polisi.
“Masih proses pendalaman,” kata Kabid Propam Polda Sultra Kombes Pol Moch Soleh, Selasa (29/10).
Termasuk memeriksa personel polisi di Polsek Baito yang diduga meminta uang damai kepada Supriyani Rp50 juta.
“Iya (termasuk permintaan uang damai Rp50 juta itu),” ujarnya.
Kasus dugaan kekerasan terhadap anak Kanit Intelkam Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim dengan terdakwa Supriyani telah masuk dalam ranah persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.
Pada proses persidangan yang telah berlangsung Selasa (29/10, majelis hakim menolak eksepsi dari penasehat hukum terdakwa.
PN Andoolo sebelumnya menangguhkan penahanan guru honorer Supriyani, tersangka kasus dugaan penganiayaan anak polisi. Hakim mempertimbangkan kondisi tersangka yang memiliki anak kecil dan seorang guru yang mendidik anak-anak. (dtc/dbs/muz)