JATNGPOS.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menilai pupuk merupakan kunci kemajuan pertanian di era modern. Hasil penelitian menunjukkan, pupuk menyumbang 20%-40% dalam meningkatkan produktivitas tanaman pertanian.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, daya saing pupuk Indonesia perlu ditingkatkan melalui peningkatan keragaman produk. Maksudnya membuat produk pupuk sesuai karakteristik lahan seperti sawah, lahan kering, rawa pasangsurut, rawa lebak.
“Satu jenis pupuk tidak mungkin bisa untuk semuanya karena setiap tanaman, setiap lahan, dan setiap musim itu unik,” kata Sarwo Edhy, Rabu (14/8).
Sarwo Edhy menjelaskan, pupuk bersubsidi memang bermacam jenisnya. Masing-masing memiliki manfaat tersendiri.
Contohnya Urea, terbuat dari campuran gas amoniak dan gas asam arang. Pupuk bersubsidi urea ini menjadi salah satu yang paling banyak digunakan petani baik untuk lahan pertanian maupun budidaya.
“Pupuk ini memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga mempercepat pertumbuhan tanaman. Adanya kandungan air juga membuat tanaman akan tumbuh hijau,” jelasnya.
Pupuk selanjutnya adalah SP-36 yang memiliki manfaat menambah unsur hara phosphor pada tanaman. Dengan pupuk ini buah yang dihasilkan akan lebih banyak dan kualitas biji jadi lebih baik. “Begitu juga dengan pemasakan buah menjadi lebih cepat,” katanya.
Kementan juga telah menyiapkan perangkat untuk mendukung kebutuhan kualitas pupuk yang beredar di seluruh wilayah Indonesia melalui perangkat pendaftaran pupuk yang akan diedarkan secara komersial di Indonesia secara online (daring).
“Kementan telah memberikan kemudahan sejak tahun 2014 melalui pendaftaran secara elektronik yang dapat dimonitor secara transparan,” kata Sarwo Edhy.
Kementan juga telah menyiapkan dasar hukum yang digunakan untuk pendaftaran pupuk dan pembenah tanah di Indonesia seperti Permentan 36 tahun 2017 untuk pupuk anorganik dan Permentan No. 01/2019 untuk Pupuk Organik, Pupuk hayati dan Pembenah Tanah.
“Untuk melindungi petani, maka persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah uji mutu dan uji efektivitas sesuai dengan jenis pupuk yang didaftarkan,” imbuhnya.
Sementara Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasatana dan Sarana Pertanian, Kementan, Muhrizal Sarwani mengatakan, alokasi pupuk subsidi tahun 2019 berdasarkan Permentan No. 47/2018 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Tahun 2019.
Menurut dia, Permentan tersebut berbasis pada luas baku lahan pertanian Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2018. Jika dibandingkan dengan luas baku lahan pertanian BPN tahun 2013, maka secara nasional akan terjadi kekurangan alokasi pupuk sebesar 676.000 ton.
“Kekurangan alokasi ini kita anggap stok, karena dalam DIPA tahun 2019 alokasi pupuk subsidi itu sebesar 9,5 juta ton,” tegasnya.
Dia menambahkan, sampai sejauh ini penyaluran pupuk subsidi berjalan lancar dan tidak terjadi kelangkaan pupuk.
Realiasi penyaluran pupuk subsidi hingga 31 Juli 2019, Urea sudah terealiasi 2,2 juta ton (594%) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 536,3 ribu ton (68,8%).
Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 561,6 ribu ton (56,4%); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,5 juta ton (65%); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 440,9 ribu ton (46,5%).(rif)