Kuasa Hukum Keluarga dr. Aulia Membantah Korban Bunuh Diri

KUASA HUKUM: Misyal Ahmad. FOTO : DWI SAMBODO/JATENG POS

JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG – Misyal Achmad, kuasa hukum keluarga mendiang dr Aulia Risma Lestasi, membantah bahwa almarhumah Aulia Risma meninggal karena bunuh diri.

Misyal menegaskan, memang di kamar kos korban ditemukan dua obat roculax. Satu obat penghilang rasa sakit dan satu obat untuk melemaskan tubuh secara keseluruhan.

“Obat jenis kedua ini memang yang bisa menyebabkan kematian. Namun, obat itu masih utuh. Artinya, korban menggunakan obat yang pertama,” katanya, disela pendampingan pelaporan kedua keluarga korban di Ditreskrimum Polda Jateng, Kamis (5/9) sore.

Dijelaskan, korban pakai obat hanya menghilangkan rasa sakit. Bukan obat yang melemaskan secara keseluruhan.

iklan

“Sehingga kami yakin almarhumah mati tidak bunuh diri,” katanya.

“Korban menggunakan obat roculax lantaran alami saraf terjepit selepas jatuh dari selokan hingga dioperasi sebanyak 2 kali. Obat itu sedianya digunakan sebagai peredam rasa sakit yang dialami korban,” terangnya.

Baca juga:  Optimis, Mampu Berkarya Dalam Tatanan Hidup Baru

Selain itu, korban juga mengalami kelelahan luar biasa ketika menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dan sedang praktik di RSUP Kariadi Semarang.

 

“Korban kelelahan karena setiap hari harus melayani para seniornya mulai dari mengangkat galon, menyiapkan ruang operasi hingga menyiapkan makan untuk seniornya yang sampai 80 boks dengan sajian menu yang berbeda-beda,” tandasnya.

Lanjut Misyal, bahwa korban bekerja dari pukul 3 pagi hingga besoknya pukul 01.30 dini hari.

“Dalam dunia militer saja, jam kerja tidak seperti itu. Frekuensi kerja tersebut dilakukan oleh korban setiap hari bukan seminggu sekali,” tegasnya.

Dia  juga menyinggung penyelesaian kasus ini sebenarnya perlu melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek).

Baca juga:  Mbak Ita - Chef Juna Masak Bareng

“Sebab, kasus ini bagian dari bobroknya sistem pendidikan kedokteran yang ada di Indonesia. Salah satunya, menempa dokter seperti layaknya preman bagaimana bisa mendapatkan dokter yang memiliki empati kepada pasien, kasus ini harus diputus mata rantainya dan yang harus bertanggung jawab Kemdikbud Ristek,” paparnya.

Guna mencegah korban lainnya, Misyal mendorong keluarga korban untuk melaporkan kasus ini ke polisi meskipun banyak intimidasi.

“Harus ada jaminan supaya mereka berani melapor. Kami sedang menyiapkan skema jaminan itu di antaranya menjamin mahasiswa tetap bisa menempuh pendidikan di tempat lain ketika melapor,” imbuhnya.

Terkait perkembangan laporan pemeriksaan di Polda Jateng, Misyal Achamd mengaku masih dalam proses.

Baca juga:  Bupati Kendal: PPKM Mikro Merupakan Bagian dari Ikhtiar Pencegahan Covid-19

Di tempat berbeda, Kombes Pol Johanson Simamora Dirreskrimum Polda Jateng mengatakan, terkait laporan kasus tersebut, sedang dilakukan penyelidikan mendalam.

“Berkaitan dengan kasus tersebut, nanti saksi-saksi akan kita periksa. Kemudian kita lakukan berita acara pemeriksaan dari pelapor dan akan dikembangkan kemana arahnya,” jelasnya, usai mengikuti acara simulasi Sispamkota di Lapangan Pamcasila Simpang Lima Semarang.

Ia juga menegaskan, bahwa kepolisian berpedoman terhadap data investigasi dari Tim Kementerian Kesehatan sebagai petunjuk  awal.

“Hasil dari penyelidikan (investigasi) tersebut, sudah diserahkan kepada kami. Berkas tersebut, akan menjadi petunjuk dan pendalaman terhadap saksi-saksi lain,” tutup Kombes Pol Johanson Simamora.(ucl/jan)

iklan