Kurangi Angka Putus Sekolah, Jateng Buka Sekolah Virtual

JATENGPOS.CO.ID,  – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuka sekolah virtual untuk mengurangi angka anak putus sekolah, khususnya yang berasal dari keluarga tidak mampu.

“Sekolah virtual dibuka di dua tempat, yakni di SMA Negeri 3 Kabupaten Brebes dan SMA Negeri 1 Kemusu Kabupaten Boyolali, masing-masing diikuti 36 anak,” katanya di Semarang, Selasa.

Ganjar menjelaskan bahwa ide awal pembuatan sekolah virtual ini adalah untuk memberikan semua anak-anak kesempatan belajar, sebab banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah atau berhenti sekolah karena alasan biaya.

“Maka kami buat konsep sekolah virtual ini agar mereka yang tidak sekolah atau berhenti sekolah karena faktor ekonomi, tetap bisa sekolah dengan baik. Akan kami dampingi dan bantu mereka melanjutkan cita-citanya,” ujarnya saat pembukaan sekolah virtual itu dilakukan secara daring di ruang kerja gubernur.

Menurut dia, sekolah virtual di dua tempat itu diampu oleh sekolah negeri yang ada di daerah tersebut, yakni SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali sehingga proses belajar mengajar yang didapat bisa tetap memenuhi standar pendidikan nasional.

“Sekolah virtual ini diampu oleh sekolah SMA/SMK negeri yang ada di sana. Harapannya, anak-anak ini bisa tetap belajar di rumah dengan sistem daring dan sekali-kali bisa tatap muka. Maka, mereka anak-anak yang punya cita-cita bagus, akan mendapatkan kesempatan,” katanya.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Padmaningrum menyebutkan setidaknya ada 45.000 anak di Jateng yang tidak sekolah atau putus sekolah karena permasalahan biaya.

“Sekolah virtual ini merupakan solusi agar anak-anak miskin yang tidak sekolah, bisa tetap melanjutkan belajarnya dengan baik. Mereka yang ikut sekolah virtual ini semuanya gratis, kami berikan fasilitas berupa handphone dan juga beasiswa,” ujarnya.

Untuk sementara, kata dia, pihaknya membuka sekolah virtual di dua tempat, namun ke depan akan terus membuka sekolah virtual ini di daerah-daerah pelosok dan tergolong miskin.

Ia menerangkan, sistem sekolah virtual sama dengan sekolah reguler dan yang menjadi siswa juga akan tercatat dalam data dapodik siswa.

Yang bersangkutan juga akan mendapatkan kurikulum yang sama, serta saat lulus juga mendapatkan ijazah yang diakui.

“Semuanya sama, dia masuk dapodik siswa di sekolah yang mengampu itu. Prosesnya sama, lulusan juga berhak mendapat ijazah. Hanya saja metodenya sedikit berbeda, mereka banyak sekolah di dunia maya, dan sesekali dilakukan tatap muka,” katanya. (fid/ant)