JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Kegelisahan, kecemasan, ketakutan, tekanan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan tidak dapat dihindari manusia dalam kesehariannya. Setiap peristiwa akan bersentuhan dengan rasa dan pengalaman setiap individu. Semua berada dalam garis-garis yang menyatu dalam proses hidup.
Hal itulah yang coba dimanifestasikan oleh Ikka Ilalang dalam pameran artwork perdananya yang bertema “Titik Berangkat Kesadaran”. Sebanyak 60 karya hasil goresan tangan Ikka melalui media pen on paper dalam kertas ukuran B5 tersebut terpajang rapi di Kedai Seekos Tembalang Semarang sejak Senin (13/8) sampai Minggu (19/8).
“Melalui karya-karya ini saya ingin mengungkapkan gejolak emosi yang sering saya alami. Mulai hal terdekat dari diri sendiri bahkan melekat pada peristiwa sehari-hari. Kegelisahan, kecemasan, ketakutan, tekanan-tekanan, dan hal-hal sejenis nyaris tak bisa dihindari oleh manusia, termasuk saya. Dari menggambar saya menemukan jalan untuk menghadapinya,” kata Ikka saat ditemui dalam pembukaan pameran, Senin (13/8) malam.
Media ballpoint dipilih oleh Ikka karena memberi keleluasaan lebih dalam bercerita melalui garis. Terutama dalam bercerita secara tajam dan detail pada media kertas ukuran yang relatif kecil. “Tangan lebih bisa bergerak lebih liar dan bebas dengan ballpoint, sehingga lebih leluasa dalam mengekspresikan apa yang ada dalam perasaan. Warna hitam biruz dan merah saya gunakan karena saya rasa lebih mewakili konsep yang saya angkat,” jelas Ikka.
Ikka juga menyebutkan judul pameran “Titik Berangkat Kesadaran” dipilih untuk mempresentasikan bagaimana mengambil sikap dan memaknai setiap manifestasi perasaan, terlebih dalam proses menggambar. Ia juga berusaha mencari sisi positif dari segala energi yang hadir agar dapat bergerak serta memperlakukan diri dan hidup dengan lebih baik.
“Salah satu yang dapat benar saya maknai adalah bahwa proses ini bisa jadi sebagai sarana self healing, penyembuhan diri atau terapi. Sekaligus menunjukkan bahwa orang lain yang barangkali mengalami hal serupa merasa tidak sendiri bahkan sebagai ajakan untuk berani menghadapi.
Terkesan naif, tapi ini memang yang saat ini bisa saya lakukan,” paparnya terkait pemilihan judul pameran.
Sementara itu perupa muda Semarang, Kokoh Nugroho, mengungkapkan pameran yang dilakukan Ikka merupakan strategi militansi perupa dalam merespons ruang yang bersifat kebendaan. Keberanian untuk tampil menjadi nilai plus bagi Ikka. Ia juga menganggap pameran tersebut akan menjadi langkah awal atau titik yang mengawali garis-garis lainnya. “Di masa depan momen seperti ini masih akan dibicarakan. Dokumen merupakan hal paling penting dan pameran perdana ini adalah langkah Ikka,” jelasnya.
Terkait karya, Kokoh juga melihat bagaimana Ikka memainkan garis secara bebas. Konten yang dihasilkan memang masih sangat individu namun itu bisa menjadi sebuah narasi besar. Banyaknya objek figur atau muka seseorang yang muncul dari karya Ikka dinilai sebagai hal yang biasa bagi perupa. Pertama kali yang dilakukan perupa adalah melakukan hal itu.
“Kalau melihat karya yang dipamerkan ini, saya melihat adanya keputusasaan. Bisa dilihat dari bentuk mata bahkan ada yang tertutup sama sekali. Bisa bicara soal pengurungan. Saya melihatnya mungkin ini sebagai terapi bagi perupa. Memang jarak paling dekat perupa dengan karya adalah mengolah diri sendiri. Karya Ikka ini adalah bahasa rupa,” pungkasnya. (har)