Mantan Polwan Ini Buat Surat Terbuka Buat Gibran, Apa Isinya?

EX POLWAN: Yuni Utami, mantan Polwan.

JATENGPOS. CO. ID, SOLO – Mantan Polwan Yuni Utami yang pernah viral kembali membuat heboh. Melalui akun Tiktok EX POLWAN VIRAL, Yuni tiba-tiba membuat Surat Terbuka buat Gibran.

Dengan menggunakan krek di tangan kanan dan kirinya, Yuni mengaku baru saja operasi patah tulan kaki di RS tulang/Ortopedi RS Prof Soeharso Solo. Dia mengaku rujukan dari RS di Makassar.

Namun baru dirawat enam hari, dia mengaku dipulangkan paksa oleh rumah sakit. Dia merasa kecewa karena sebenarnya kakinya belum sembuh.

“Saya minta tolong Pak Gibran Walikota Solo untuk merespon masalah ini. Tolong Pak Gibran saya minta dibantu, saya ini dipaksa pulang oleh rumah sakit. Padahal pasca operasi kaki saya masih sakit untuk berjalan, ” kata Yuni.


Kata Yuni, pihak RS memaksa dia pulang karena dia pasien BPJS kelas tiga. Padahal kakinya belum pulih setelah mengalami patah tulang.

“Mentang-mentang saya pasien BPJS kelas tiga, tidak dilayani dengan baik, ” protesnya.

Baca juga:  Benahi Tata Kelola Pendidikan untuk Tingkatkan Kualitas Guru

Karena dikeluarkan paksa, Yuni mengaku akhirnya kos di kawasan Sukoharjo dekat Solo. Dia seorang diri.Tidak ada teman dan keluarga. Bahkan untuk berobat dan makan sehari-hari dia rela “ngemis” Via Tiktok.

Sebelum berobat, Yuni juga sempat mandi di ember untuk minta perhatian netizen. Tujuanya meminta give atau koin live Tiktok yang bisa ditukarkan dengan uang. “Untuk biaya berobat saja saya harus ngemis koin. Saya tidak punya keluarga yang membantu, ” katanya via Tiktok EX POLWAN VIRAL.

Yang unik, banyak komentar netizen yang justeru negatif. Soal dipulangkan oleh rumah sakit, menurut netizen wajar. Karena aturan BPJS memang ada batasnya. “Kalau lama-lama di RS buat apa. Modus minta makan gratis, ” katanya.

Bahkan banyak komentar jika Yuni sedang stres berat. Sehingga ulahnya aneh. “ODGJ orang ini, obatnya habis tuh, ” kata netizen lainya. “Katanya polwan, kok di tanganya ada tattonya. Gak salah tuh, “imbuh netizen yang lain.

Baca juga:  BPOM Sebut Keamanan Pangan Adalah Tanggung Jawab Bersama

Menurut informasi, Yuni juga sempat membuat geger karena keluar dari Islam. Sehingga keluarganya tidak mempedulikanya meskipun dia kondisi sakit.

Lantas siapa Yunu Utami? Bernarkah mantan Polwan? Yuni Utami diketahui adalah seorang mantan Polwan yang bertugas di Polda Sulawesi Tengah. Ia mengaku dipecat karena tidak mau membebaskan tersangka perkosaan.

Ia masuk menjadi anggota kepolisian pada tahun 2008, kemudian dipecat pada tahun 2014 karena desersi. Ia cukup populer di media sosial, terutama TikTok @expolwanviral7 dengan pengikut lebih dari 83,3 ribu akun. Selain itu, ia juga mengaku menjadi korban penganiayaan orang China.

Sementara Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Polisi Didik Supranoto mengatakan, Yuni adalah Bintara Polwan angkatan 37 pada tahun 2008. Ia sempat bertugas sebagai Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polsek Biromaru, Polres Donggala.

Didik mengatakan, saat itu Yuni Utami berpangkat Bripda tengah menangani kasus pemerkosaan dengan seniornya, Briptu AA di Polsek Biromaru.

Baca juga:  Camat Hancurkan Susunan Batu Cidahu yang Viral di Medsos

Namun, hubungan keduanya tidak harmonis karena adanya perbedaan pendapat. Kala itu, Bripda Yuni Utami bersikeras menerapkan pasal pemerkosaan, sedangkan hasil visum dokter mengatakan tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.

Karena itu, Briptu AA meminta untuk dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka menyesuaikan hasil visum meski hal ini ditolak Yuni Utami. Sejak itulah, Yuni Utami tidak melaksanakan tugas sebagai anggota dan tidak masuk kantor.

Kemudian Yuni Utami dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena kasus desersi atau tidak masuk dinas selama 2 tahun. Hal ini juga menurut pusan Kapolda Sulteng bernomor Kep/13/IV/2014/Sahlur tanggal 21 April 2022.

Didik mengatakan, kasus pemerkosaan itu sudah mendapat putusan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Donggala sebagaimana dalam putusan nomor 67/Pid.B/2012/PN pada tanggal 8 Agustus 2012 dengan hukuman 8 bulan penjara. (*)