JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Kesiapan dukungan Munarman dan Front Pembela Islam (FPI) terhadap Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinilai memiliki keterkaitan erat ketika ayah AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin bangsa ini selama dua periode. Betapa tidak, selama masa kepemimpinan SBY sebagai Presiden RI, di mana pada saat itu juga Partai Demokrat berkuasa, organisasi radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendapat ruang berekspresi yang begitu luas.
“Padahal sejatinya FPI dan HTI ini adalah kelompok radikal yang anti kebebasan berekpresi. Tetapi keberadaan mereka dibela oleh kalangan demokrat naif dengan dalih kebebasan berserikat dan berkumpul,” kata aktivis Muda NU, Muhamad Guntur Romli dalam acara Seruput Kopi pegiat sosial Edi Kuntadhi melalui Channel Youtube CokroTV, Sabtu (27/3/2021).
Padahal jika ditelisik lebih jauh ke dalam, FPI dan HTI merupakan kelompok radikal yang membahayakan kebebasan berserikat dan berkumpul itu sendiri. Itulah sebabnya, Guntur Romli menilai selama sepuluh tahun masa kepemimpinan SBY dan Partai Demokrat mereka seakan-akan mendapatkan dukungan dari kelompok front demokrasi semu. “
“Pada masa SBY itu juga ada dukungan-dukungan dari front demokrasi, tetapi naif. Demokrasi diartikan kebebasan yang seluas-luasnya. Tidak ada filter, tidak ada perlawanan terhadap radikalisme, tidak ada perlawanan terhadap hate speech,” tutur Guntur Romli.
Hal itu dibenarkan oleh mantan petinggi organisasi HTI, Ayik Heriansyah. Ruang kebebasan yang besar membuat organisasi radikal seperti FPI dan HTI mendapat keleluasaan untuk melakukan berbagai kegiatan, baik di ruang privat maupun di ruang publik.
Menurut Heri, sebenarnya organisasinya kala itu tak memiliki keterkaitan dengan aksi dukung mendukung dengan pemerintahan SBY. Namun, ketidaktegasan SBY terhadap HTI dan organisasi sejenis lainnya membuat mereka leluasa menjalankan aktivitas politiknya.
“Sebenarnya HTI itu bersikap baro, ya. Artinya berlepas tangan terhadap pemerintahan SBY. Cuma sepertinya saat itu SBY masih ragu-ragu untuk menindak HTI. Sehingga HTI di bawah SBY ini sebagaimana kita tahu, bahwa SBY ini sepertinya tidak akan membubarkan mereka,” kata Ayik.
Tahu ketidaktegasan sikap SBY, Ayik menegaskan HTI dan FPI memanfaatkan ruang kosong itu untuk terus menjalankan aktivitas organisasinya. Bahkan, saking massif-nya gerakan mereka sehingga bisa masuk hampir ke semua lapisan masyarakat.
“Mereka (HTI dan FPI) memanfaatkan peluang politik dan kebebasan berekspresi selama 10 tahun itu dengan menginfiltrasi segala lini, baik BUMN maupun swasta,” demikian Ayik.(*)