Di era milenial ini menjaga eksistensi kearifan lokal tidaklah mudah. Perlu kerja keras dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk melestarikannya. Pengaruh globalisasi menjadi tantangan terberat. Salah satunya kemajuan teknologi informasi yang membawa budaya dan nilai-nilai global. Tentunya akan berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal. Khususnya generasi milenial atau pelajar.
Kecanggihan teknologi akan membentuk pribadi modern secara instan pada generasi milenial. Hal ini sangat berpotensi berdampak terkikisnya nilai-nilai kearifan lokal. Generasi ini tidak lagi mengenal nilai-nilai budaya yang menjadi identitas bangsa. Tentunya hal ini tidak kita inginkan.
Berangkat dari fenomena yang membuat miris tersebut para praktisi pendidikan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Pendidikan formal dirasa paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal pada generasi emas, yaitu siswa. Untuk mewujudkan cita-cita ini harus didukung dengan perubahan pola pikir bahwa siswa tidak hanya cukup dibekali teori-teori pengetahuan saja. Namun siswa sangat perlu difasilitasi belajar hal-hal yang terkait dengan tradisi, kebiasaan yang menjadi budaya kehidupan sehari-hari di lingkungan mereka. Hal ini membantu siswa berkembang lebih baik. Karena dengan mempelajari budaya dapat meningkatkan kepekaan dan kepedulian siswa terhadap lingkungannya.
Hal di atas senada dengan gagasan Kihajar Dewantara bahwa siswa sangat penting dikenalkan dengan kehidupan di masyarakat. Agar mereka dapat belajar secara langsung kegiatan di lingkungannya. Sehingga mereka dapat hidup bermasyarakat.
Cita-cita Kihajar Dewantara tersebut sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman. Namun, hal tersebut belum diimplementasikan secara optimal dalam sistem pendidikan saat ini. Untuk merealisasikan impian tersebut, telah diberlakukan Kurikulum Merdeka sebagai penyempurnaan Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka dinilai lebih tepat untuk mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut. Kurikulum Merdeka telah hadir beserta inovasi-inovasi. Diantaranya, kegiatan kokurikuler P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Kegiatan ini lebih memberi ruang kepada siswa untuk belajar ilmu pengetahuan secara kompleks dan lebih bermakna.
Projek tersebut merupakan salah satu sarana untuk mencapai target dalam Profil Pelajar Pancasila, yaitu mewujudkan Pelajar Pancasila yang mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam praktiknya, projek tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendalami pengetahuan secara kontekstual. Selain itu, sebagai suatu proses penguatan karakter dan belajar secara nyata di lingkungan sosialnya.
Berdasarkan Kemendikbudristek No. 56/M/2022, P5 adalah serangkaian kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu dengan cara menelaah suatu tema menantang yang menjadi permasalahan di lingkungannya. Projek didesain agar siswa dapat melakukan investigasi untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Siswa bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan produk atau aksi.
Salah satu tema dalam P5 yaitu Kearifan Lokal. Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya yang menjadi modal dalam peningkatan karakter siswa. Karakter siswa dapat dibangun dari mengenalkan dan melibatkan siswa dalam kegiatan kemasyarakatan. Melalui P5 bertema Kearifan Lokal ini siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bringin diberi kesempatan mengikuti kegiatan Nyadran saat bulan Sya’ban, upacara Pitonan, upacara adat, seperti Asrah Batin, Popokan, dan lain-lain.
Siswa juga dibimbing membuat minuman tradisional dengan bahan pokok empon-empon dan rempah-rempah. Proses pembuatan minuman tradisional ini siswa dilibatkan langsung memilih bahan dan membuat minuman tersebut. Dari kegiatan ini siswa dapat mengenal empon-empon, rempah-rempah, dan manfaatnya. Siswa diajak nguri-nguri kekayaan alam yang nyaris mereka lupakan. Tim fasilitasi juga mengundang pengrajin rogo-rege untuk menjadi narasumber membuat rogo-rege. Karena di lingkungan siswa Brinsa banyak sekali perkebunan kelapa. Kegiatan P5 ini dapat menumbuhkan kreativitas dan berpikir kritis. Belajar mengolah kekayaan alam menjadi lebih bernilai dan bermanfaat.
Kegiatan P5 ini dapat mendongkrak semangat siswa untuk berkontribusi melestarikan budaya lokal. Membentuk karakter siswa agar tumbuh kesadaran mengenal, mencintai, dan melestarikan budaya sudah semestinya dimulai dari pelajar karena generasi ini mempunyai potensi besar.
Oleh : Suwarti, S.Pd., M.Pd.
Guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Bringin