JATENGPOS.CO.ID, SUKABUMI – Sebagai garda terdepan ekowisata hutan, pemandu interpretasi wajib mengupgrade kualitas diri agar tidak gagap menghadapi wisatawan yang kian hari kian kritis. Selain pengetahuan tentang hutan dan alam tempat “jualan” mereka, mereka juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan wisatawan. Semua itu diulas dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemandu Interpretasi Ekowisata Hutan yang berlangsung di Lido Lake Resort dan Hutan Bodogol, 13 – 14 November 2018.
Menurut praktisi ekowisata dari Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia, Teguh Hartono, Pemandu Interpretasi selain harus benar-benar menguasai alam atau hutan yang jadi “jualan”nya, ia juga harus pandai berkomunikasi dengan wisatawan layaknya seorang teman yang sudah kenal lama.
“Komunikasi seperti ini bisa kita lakukan kalau kita benar- benar menguasai medan. Artinya bila kita akan kedatangan tamu, sebelumnya kita harus memiliki gambaran tipe seperti apa wisatawan yang akan datang. Kita juga harus punya gambaran apa yang menjadi keinginan mereka sehingga kita bisa menyiapkan kira-kira lokasi mana yang akan kita tawarkan pada mereka.Harus tahu juga waktu-waktu yang tepat, misalkan kapan waktunya bisa melihat elang, Intinya sebelum wisatawan datang kita sudah tahu harus bagaimana,” kata Teguh yang membagikan pengalamannya kepada peserta Bimtek.
Teguh mengatakan sebagai pemandu interpretasi, mengupgrade kemampuan diri sangatlah penting. “Jadi jangan berhenti belajar. Setiap ada kesempatan belajar, seperti Bimtek ini maka jangan disia-siakan,” ujar Teguh. “Harus terus berusaha mengembangkan diri. Karena kalau diam saja, bukannya berkembang malah justru kemampuan kita akan tumpul,” tambahnya.
Teguh sendiri berharap apa yang telah ia share bisa menjadi masukan bagi peserta Bimtek. “Memang mereka rata-rata bukan pemula, tapi sebagai orang yang sama-sama menggeluti ekowisata ga ada salahnya kita saling berbagi pengalaman. Semoga ini bisa bermanfaat,” kata Teguh.
Sementara itu Wiwien Tribuani Wiyonoputri dari British Council (Consultan Langgeng Ecotourism Program) mengatakan yang paling utama dari seorang Pemandu Interpretasi adalah bagaimana menjaga antusias wisatawan. Banyak langkah yang bisa dilakukan untuk menjaga antusias wisatawan, dari mulai gaya bertutur, pemilihan kata hingga body language.
“Dalam memandu kita bisa memilih kata-kata yang bisa menjaga antusias wisatawan. Selain itu body language juga penting untuk mentranfer energi, semangat kita kepada mereka sehingga mereka tidak merasa bosan dan tetap antusias mengikuti tur wisata alam ini,” tutur Wiwien.
Diakui Wiwien dalam Bimtek ini peserta umumnya para praktisi yang memang sudah lama dibidang ekowisata. “Jadi saya di sini hanya sekadar menambah apa yang sudah mereka dapat dan menggali potensi diri agar mereka bisa mengeluarkan kemampuan mereka lebih maksimal,” ujar Wiwien.
Selain mendapat pencerahan dari materi yang disampaikan narasumber di ruangan, para peserta Bimtek juga berkesempatan mempraktekannya langsung di lapangan dengan menyusuri kawasan hutan Bodogol pada Rabu (14/11).
Sementara itu Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar, Rizki Handayani, mengatakan, Bimtek yang diadakan Kemenpar ini diharapkan bisa mengupgrade kemampuan para peserta yang sebagian besar pelaku industri ekowisata dan pengelola kawasan lindung. Seperti Taman Nasional dan Taman Wisata Alam.
“Mereka nanti diharapkan pandai dalam menceritakan keistimewaan kawasan yang dikelolanya. Mana yang penting diusung menjadi tema interpretasi yang kemudian digali dan dikuasai pengetahuannya untuk diceritakan kepada pengunjung,” ujarnya.
Perempun yang akrab disapa Kiki ini melanjutkan, dengan terbatasnya waktu pengunjung, luasnya wilayah dan banyaknya sumber daya yang dimiliki kawasan lindung, tidak mungkin seorang pemandu interpretasi menceritakan semua hal kepada wisatawan.
“Jadi, sebaiknya mereka mengutamakan bagian yang menjadi keistimewaan kawasan yang dikelolanya,” ujarnya.(udi)