Merebut Peluang Ekonomi Indonesia Secara Geopolitik

MARWAN JAFAR- Politisi PKB DPR RI.
MARWAN JAFAR- Politisi PKB DPR RI.

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Mestinya kita tidak terlena dengan senantiasa membenahi perekonomian domestik. Fokus upaya seperti ini, memang tetap sangat diperlukan.

Namun demikian, jangan pemerintah menjadi lengah atau terlupa dengan posisi maupun potensi nilai keekonomian di tengah perebutan pengaruh kekuatan ekonomi besar dunia seperti Amerika Serikat, China, Jepang dan India. Mengapa? Sebab, jika secara geopolitik ekonomi pemerintah lupa atau tidak menyadari di mana sesungguhnya posisi strategisnya, kita tinggal menjadi penonton di tengah pertarungan para raksasa ekonomi itu.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR RI, Marwan Jafar mengingatkan masalah tersebut kepada media, Minggu (16/2/2020), di Jakarta. Ia mengungkapkan, indikasi tumbuhnya kesadaran geopolitik tersebut terutama saat Presiden KH Abdurrahman Wahid menggagas dan mewujudkan Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti kita kenal sekarang yang berupaya mengembalikan potensi besar kemaritiman.

“Kita perhatikan dengan nuansa dan dinamika yang variatif, mestinya pemerintah tetap memperkuat fondasi perekonomian nasional buat merespon perkembangan perebutan pengaruh perekonomian global yang makin tak terhindarkan. Terkait hal ini, saya kira langkah-langkah pemerintah sudah cukup signifikan,” ujar Marwan.

Secara kronologis, tambahnya, perebutan pengaruh pemain besar ekonomi dunia mutakhir, bisa dicatat momentumnya sejak 2007, saat PM Jepang Shinzo Abe pidato di depan parlemen India berjudul ‘Confluence of the Two Seas’, seraya menyebut potensi Indo Pasifik. Lalu, pada November 2011, Presiden AS Obama menetapkan kebijakan ‘Pivot to the Pacific’ atau Rebalancing toward Asia dengan maksud terutama merespon kebangkitan ekonomi China.

Disusul pada Oktober 2013, Presiden China Xi Jinping mengenalkan kebijakan ekonomi yang ia sebut ‘Jalur Sutera Maritim’ (Maritime Silk Road) pada pidato 30 menit di forum resmi DPR RI yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Jangan lupa juga, pada forum Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar, November 2014 Presiden Ke-7 RI Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan bertema ‘Poros Maritim Dunia’. Boleh jadi peristiwa itu penting sudah jadi legalitas alias masuk sebagai lembaran kenegaraan. Tapi kita perlu bertanya, apakah pidato tersebut sudah mendefinisikan posisi geopolitik ekonomi Indonesia dan terjabarkan secara operasional menjadi panduan bagi jajaran di pemerintah? Saya, sih, percaya sudah,” tukasnya diplomatis.

Marwan yang mantan Menteri Desa-PDTT berpendapat, penting bagi pemerintah menjadikan ide presiden di konferensi internasional tersebut sebagai strategi besar menempatkan posisi tawar ekonomi Indonesia secara geopolitik. Utamanya terkait memasarkan produksi berbagai sumberdaya alam dan energi serta memberikan respon melalui gagasan Poros Maritim Dunia (Global Maritime Nexus).

Terkait hal itu, tentu saja melalui berbagai diplomasi internasional, diharapkan publik juga makin mengetahui sejumlah kebijakan dan program pemerintah khususnya di bidang perdagangan, industri, investasi dan tekad menjadikan BUMN Indonesia kelas dunia misalnya serta kemampuan bersaing sedang dan terus dilakukan secara serius.

Sejumlah kalangan mulai dari pengusaha UKM, menengah hingga swasta besar juga sudah saatnya turut menyadari betapa mendesak, strategis dan sangat pentingnya menjadikan pendekatan posisi geopolitik ekonomi sebagai tekad berbisnis mereka. Tanpa menyadari pendekataan itu, kita bakal ketinggalan kereta perdagangan dunia.(aln/bis)