JATENGPOS.CO.ID, SALATIGA – Warga RW 06 dukuh Gunungsari, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kecamatan Tingkir, Salatiga mengawali merti dusun dengan menggelar sejumlah kegiatan dan atraksi budaya. Mulai dari bersih-bersih makam, kirab budaya disertai kirab gunungan dan sebagainya, Minggu ( 5/8/2024) malam.
Kirab budaya menampilkan tari-tarian Gambyong, Cakil dari warga setempat, sedangkan kirab gunungan diarak warga mengelilingi tujuh RT yang ada di RW 06 Gunungsari. Setelah acara budaya, gunungan yang berisi sayur-sayuran dan buah-buahan didoakan oleh dua tokoh agama setempat, yaitu Pasyoto dan Yohanes. Sekaligus ini membuktikan kerukunan dan semangat toleransi dari warga RW 06 Gunungsari yang warganya heterogen. Makna filosofis gunungan juga diterangkan oleh Ikhwanudin tokoh masyarakat setempat.
Setelah gunungan didoakan, warga baik tua, muda dan remaja dengan antusias ikut berebut sayuran dan buah-buahan yang ada di gunungan. Namun demikian, mereka berebut dengan tertib. Tidak kurang dari 30 menit, isi gunungan tersebut habis diperebutkan. “ Gunungan ini sudah didoakan, ikut berebut, semoga berkah,” kata salah seorang ibu yang mendapatkan kobis.
Sementara itu, Lurah Sidorejo Kidul Irwan Susanto S.I.P, memberikan apresiasi atas kegiatan yang sudah menjadi tradisi di RW 06 Gunungsari ini. Dikatakannya, di tengah gempuran modernisasi, warga di RW 06 masih nguri-uri budaya yang penuh kearifan lokal.
“ Kami memberi apresiasi kepada warga yang masih melestarikan tradisi merti desa yang didalamnya banyak diisi kegiatan budaya, tentunya ini tidak sekedar kegiatan budaya saja, tapi lebih dari itu sebagai bentuk silaturahmi dan kegotongroyongan antara warga,” kata Irwan Susanto didampingi Agus Sutrisno ketua RW setempat.
Dikatakan Irwan, makna dari merti desa yang didalamnya ada kegiatan gunungan ini sebagai bentuk wujud syukur kepada Tuhan YME atas berkah dan limpahan karunia kepada warga di RW 06 Gunungsari.
Kegiatan merti desa di RW 06 Gunungsari yang dilaksanakan setiap bulan Agustus ini juga sudah menjadi tradisi yang sudah sejak lama dilaksanakan dan tetap dilestarikan. “ Warga masih melestarikan budaya ini karena penuh kearifan lokal di dalamnya, juga sebagai bentuk syukur kepada Tuhan sekaligus yang sangat penting untuk mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antar warga,” pungkasnya. (deb).