MK Ubah Syarat Usung Cakada, Keputusan Kini di Tangan KPU dan DPR

Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan hakim MK soal persyaratan calon kepala daerah. FOTO:IST

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah (Cakada) meski tidak punya kursi DPRD. Putusan itu mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, Selasa (20/8/2024).

Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dibacakan Ketua MK Suhartoyo tersebut, MK juga memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merespons putusan tersebut menyatakan akan mempelajari terlebih dulu putusan tersebut berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada.

“Setelah mempelajari putusan MK, kami akan berkonsultasi terlebih dulu dengan pemerintah dan DPR. Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Selasa (20/8).

iklan

Idham menyampaikan pihaknya belum dapat memastikan adanya revisi atau tidak dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan Pilkada.

“Jika memang dalam amar putusan MK menyatakan ada pasal dalam UU Pilkada, berkenaan dengan pencalonan dinyatakan inkonstitusional, dan Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahakamah biasanya akan menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma,” jelasnya.

Putusan terhadap perkara diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.

MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut. Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Baca juga:  Sudah Ada Tol, Liburan Makin Asyik

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat. Awiek menilai pelaksanaan putusan MK tergantung dari penafsiran KPU.

“Apakah tindak lanjutnya langsung dilaksanakan? Yang jelas asas hukum itu berlaku progresif. Yang diputuskan hari ini itu berlaku ke depan. Apakah masih nuntut untuk Pilkada hari ini atau pilkada berikutnya,” kata Awiek di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Baca juga:  Rustriningsih Ingin Memajukan Jateng Bersama Sudirman Said

Awiek menyampaikan jika putusan MK selalu memberikan kejutan bagi publik. Meski begitu, Awiek mengatakan putusan MK harus dihormati.

“Tahun lalu sebelum pencalonan presiden ada putusan yang mengejutkan. Hari ini juga ada putusan yang mengejutkan. Tentunya putusan-putusan MK itu sebagai sebuah produk hukum juga harus dihormati,” ujarnya.

Angin Segar Anies dan PDIP
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan pihaknya telah mengagendakan rapat bersama KPU hingga Bawaslu untuk membahas PKPU berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru soal Pilkada 2024. Rapat itu dijadwalkan pada Senin (20/8) mendatang.

“Sudah kita jadwalkan hari Senin, hari Senin tanggal 26 besok itu akan ada RDP yang memang akan membahas soal 3 rancangan PKPU dan 2 rancangan Perbawaslu,” kata Doli di acara Munas Golkar di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

“Mungkin hari Sabtu kami akan konsinyering dulu. Nah bahan ini nanti akan kami bahas di konsinyering di hari Sabtu. Mudah-mudahan di hari Senin nanti akan ada, ya, putusan,” imbuhnya.

Doli mengaku baru mengetahui putusan itu. Menurutnya, putusan MK itu dapat mengubah peta koalisi yang sudah terbentuk di daerah-daerah.

“Nah kalau kita lihat sekarang di berita sekarang ini, ini kan ada perubahan yang sangat mendasar, dan hitungan hampir semua partai di setiap daerah nanti akan juga bisa mencalonkan pasangannya sendiri. Apalagi yang dihitung bukan dari jumlah penduduk, tapi dari jumlah DPT,” kata politikus Partai Golkar ini.

Juru Bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian menaruh optimisme potensi perubahan masih mungkin terjadi hingga tikungan terakhir. Hal itu disampaikan menanggapi putusan terbaru MK terkait syarat pencalonan kepada daerah.

Berdasarkan putusan Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, kini pencalonan kepala daerah dihitung berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi tersebut, di mana DKI Jakarta memiliki DPT 8,2 juta. Sehingga parpol atau gabungan parpol cukup memenuhi 7,5 persen suara berdasarkan pileg sebelumnya.

Seperti PDIP yang memiliki 15 kursi di DPRD Jakarta hasil Pilkada 2024. Semula dinyatakan belum mencukupi syarat pencalonan 10 persen, yaitu 22 kursi di legislatif, kini prosentase melebihi 7,5 persen.

“Politik Indonesia itu dinamis sampai penutupan pendaftaran. Maka Anies Baswedan optimistis bahwa tikungan akhir pasti ada perubahan,” kata Angga, Selasa (20/8).

Baca juga:  E-Paper Koran Jateng Pos, Selasa 23 April 2024

Sebelumnya, Anies terancam gagal dalam pencalonan di pilkada DKI Jakarta karena tidak ada dukungan partai yang menjadi salah satu syarat pencalonan. Sebanyak 12 partai termasuk yang awalnya mendukung Anies yakni PKS deklarasi mengusung pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto buka suara mendengar putusan MK. Hasto menyambut putusan itu dengan sumringah.

“Justru kami tersenyum karena keputusan MK tersebut. Ini mencerminkan bahwa ada berbagai upaya-upaya untuk di daerah khusus ibukota membuat calon tunggal, itu nanti tidak dimungkinkan lagi,” kata Hasto usai diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (20/8).

Hasto mengatakan lewat putusan itu PDIP menjadi bisa untuk mengajukan calon sendiri dalam Pilgub Jakarta. Ia mengucapkan terima kasih suara rakyat didengarkan dan PDIP akan menyatu, semakin menyatu dengan rakyat dan akan bisa mengajukan calon sendiri di Jakarta.

Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengaku heran ada rapat itu pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan terkait persyaratan ambang batas Pilkada 2024.

“Ya kita lihat, kok tiba-tiba ada RUU Pilkada. Dalam hal ini kan tidak ada. Padahal udah diuji di MK. Kok tiba-tiba ada RUU Pilkada,” ujar Ronny heran di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

Ronny menyebut, rapat tersebut diagendakan berlangsung pada Rabu (21/8). Dia mengaku khawatir rapat tersebut akan digunakan untuk mempermainkan kedaulatan rakyat.

“Saya mendapatkan informasi bahwa ada rapat baleg tentang revisi UU pilkada itu tanggal 21 Agustus dan rapat panja RUU Pilkada di hari yang sama jam 1 siang dan 7 malam. Untuk rapat pengambilan keputusan dari RUU Pilkada,” ungkap Ronny.

“Di sini perlu kita sampaikan bahwa jangan coba ada yang mempermainkan kedaulatan rakyat,” tambahnya.

Dia mengingatkan bahwa putusan MK terbaru mengenai pencalonan Pilkada, yakni putusan nomor 70 dan 60 bersifat final and binding. Karena itu, menurutnya, seluruh pihak harus menghargai dan menghormati putusan tersebut.

“Apa yang udah diputuskan MK, melalui putusan 60 dan 70 harus kita hargai dan hormati. Karena di sini lah kedaulatan rakyat ditunjukkan oleh putusan MK dalam hal ini kita menjaga demokrasi yang ada,” tutur Ronny.

Di sisi lain, Ronny juga meminta masyarakat untuk ikut mengawal rapat Baleg DPR itu. Menurutnya, rakyat harus bertindak, jika ada upaya-upaya tak benar. (dtc/muz)

iklan