JATENGPOS.CO.ID, MAGELANG – Museum Oei Hong Djien (OHD) Magelang, Jawa Tengah, menggelar pameran seni rupa dengan memajang 86 kaya seni dari 67 seniman.
Pameran bertajuk “Celebrating Indonesian Portraiture” ini dibuka oleh sastrawan Goenawan Mohamad di Magelang, Sabtu.
Pameran yang berlangsung hingga 8 Oktober 2018 menyajikan berbagai karya seni rupa, seperti patung manusia dari macam-macam era dan medium, yaitu perunggu, batu marmer, marmer cor/marble cast, fiberglass dan kayu, lukisan, sketsa dan drawing, karya keramik, grafis dan fotografi, instalasi, dan video.
Pemilik Museum OHD dr. Oei Hong Djien mengatakan bahwa sejak zaman kuno manusia ingin diabadikan “image”-nya dalam bentuk patung maupun gambar atau lukisan.
Sebelum ditemukan alat potret oleh Jacques Louis Daguerre pada tahun 1839, hal ini hanya bisa dilakukan oleh tangan seniman dari model hidup untuk orang tertentu yang bisa membiayainya.
“Sejak ditemukan alat potret terjadi perubahan sangat besar dalam mengabadikan ‘image’ manusia. Bahkan, sekarang setiap orang bisa mengabadikan diri dengan smartphone, yaitu perkembangan berlanjut jauh dari kamera Daguerre,” katanya.
Ia mengatakan bahwa seniman pun tidak harus melukis dari model hidup, tetapi bisa dari foto walaupun ada juga yang bisa dari ingatan. Peranan seniman membuat potret menurun drastis.
Pelukis modern Indonesia pertama yang mahir melukis potret adalah Raden Saleh. Setelah itu, lahir pelukis-pelukis potret ampuh, seperti Affandi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Basoeki Abdullah, dan Dullah.
Sejak itu, katanya lagi, melukis dan mematung potret tidak pernah berhenti dan berkelanjutan serta dikembangkan oleh seniman generasi muda dengan memakai media alternatif.
“Karya potret pun tidak harus mirip secara fisik, tetapi yang dipentingkan adalah apa yang ingin diekspresikan oleh sang seniman tentang subjeknya, bahkan bisa menggunakan metafor,” katanya.
Ia menuturkan bahwa dunia pemotretan dengan alat potret berkembang pula dan lahir ahli-ahli potret yang memasukkan unsur-unsur seni dalam potretnya yang disebut seni potret atau “art portraiture”.
“Pameran ‘Celebrating Indonesian Porttraiture’ bukan mengenai ‘art portraiture’ seperti dimaksud di atas, melainkan ‘art portraiture’ juga ikut diakomodasi, yaitu “subject matter”-nya mengenai manusia walaupun apa yang ada di sekitar manusia bisa mempunyai peran juga,” katanya. (drh/ant)