JATENGPOS.CO.ID, VATIKAN– Pemimpin umat katolik sedunia, Paus Fransiskus meninggal dunia dalam usia 88 tahun pada Senin (21/4) pukul 07.35 waktu setempat. Kabar duka ini diumumkan langsung oleh Kardinal Kevin Farrell melalui pernyataan video yang disiarkan di saluran televisi Vatikan.
Jenazah Paus Fransiskus disemayamkan di peti jenazah di kapel kediaman tempat tinggalnya di Saint Martha Vatikan, pada Senin (21/4) pukul 20.00 waktu setempat atau pukul 01.00 WIB pada Selasa (22/4/2025).
“Malam ini, Senin 21 April pukul 8.00 malam, Yang Mulia Kardinal Kevin Joseph Farrel, Camerlengo Gereja Roma Suci, akan memimpin upacara sertifikasi kematian dan peletakan jenazah di peti,” demikian pernyataan Takhta Suci Vatikan, dikutip AFP.
Kardinal Kevin Farrell menyampaikan bahwa Paus Fransiskus telah ‘pulang ke rumah Bapa Suci’ mengakhiri masa kepemimpinannya sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma yang dimulai sejak 2013.
Paus Fransiskus dikenal sebagai Paus pertama dari Amerika Latin dan merupakan salah satu Paus tertua dalam sejarah. Ia wafat hanya beberapa pekan setelah keluar dari rumah sakit di Roma seusai menjalani perawatan intensif akibat pneumonia yang menyerang kedua paru-parunya.
Wafatnya Paus Fransiskus memicu masa berkabung besar di Vatikan dan seluruh umat Katolik dunia. Berdasarkan tradisi Gereja, dimulailah masa Novendialis atau sembilan hari berkabung resmi.
Jenazah Paus Fransiskus akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus. Umat Katolik diberi kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhir. Selama masa berkabung, misa akan digelar setiap hari di basilika.
Diperkirakan antrean pelayat akan sangat panjang. Saat Paus Yohanes Paulus II meninggal dunia pada 2005 lalu antrean pelayat bahkan mencapai beberapa kilometer.
Paus Fransiskus direncanakan akan dimakamkan antara hari keempat dan keenam setelah wafat, sesuai ketentuan tradisi Gereja Katolik.
Di tengah kondisi kesehatan yang membaik setelah sempat mengidap pneumonia, beberapa hari terakhir, Paus Fransiskus tetap menyerukan perdamaian. Pada Minggu (20/4), dalam perayaan Paskah di balkon utama Basilika Santo Petrus, pesan Paus dibacakan oleh ajudannya.
Dilansir Reuters, Minggu (20/4), Paus menyebut situasi di Gaza sebagai “dramatis dan menyedihkan”. Ia kembali meminta Hamas membebaskan sandera, serta mengecam meningkatnya tren antisemitisme di dunia.
“Saya menyatakan kedekatan saya dengan penderitaan seluruh rakyat Israel dan rakyat Palestina,” bunyi pesan itu.
“Saya mengimbau pihak-pihak yang bertikai: menyerukan gencatan senjata, membebaskan para sandera dan membantu orang-orang yang kelaparan yang mendambakan masa depan yang damai,” demikian isi seruan terakhirnya kepada dunia.
Semasa hidup Paus Fransiskus dikenal konsisten menyerukan perdamaian, mengecam kekerasan, serta mendorong dialog di berbagai zona konflik dunia, termasuk di Gaza dan Ukraina.
Paus Fransiskus pernah mengecam keras kematian anak-anak Palestina akibat serangan militer Israel di Jalur Gaza. Ia menyebut pengeboman sekolah yang hanya didasarkan atas “dugaan” keterlibatan militan Hamas sebagai tindakan yang “buruk”.
Seperti dilansir Reuters dan AFP, Sabtu (14/9/2024) lalu, pernyataan itu disampaikan Paus dalam konferensi pers di pesawat saat kembali ke Roma setelah kunjungan ke Asia-Pasifik, termasuk ke Indonesia.
“Setiap hari saya berbicara melalui telepon dengan anggota paroki Katolik di Jalur Gaza dan mereka memberitahu saya hal-hal yang mengerikan, hal-hal yang sulit,” ujar Paus.
Sekitar 600 orang, baik Kristen maupun Muslim, disebut berlindung di area paroki Gereja Katolik di Gaza.
Dilansir dari detikcom, Paus Fransiskus sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Poliklinik Agostino Gemelli pada Jumat, 14 Februari 2025. Ia dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami gejala bronkitis selama beberapa hari.
Kondisinya sempat memburuk. Pada Selasa, 18 Februari 2025, dokter mendiagnosis Paus Fransiskus mengalami pneumonia bilateral atau radang paru-paru pada kedua sisi paru.
Setelah menjalani perawatan selama 38 hari, Paus Fransiskus kembali ke kediamannya di Casa Santa Marta, Vatikan, untuk melanjutkan proses pemulihan.
Paus Fransiskus, yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio, memiliki riwayat penyakit pernapasan sejak muda. Pada tahun 1957, saat masih berusia 20-an, ia pernah menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru di Argentina akibat infeksi pernapasan parah.
Di usia lanjut, ia kerap mengalami gangguan pernapasan. Pada November 2023, Paus bahkan membatalkan rencana kunjungan ke Uni Emirat Arab karena mengalami influenza dan radang paru-paru.
Dengan wafatnya Paus Fransiskus, proses pemilihan pemimpin baru Gereja Katolik pun dimulai. Masa ini dikenal sebagai Papal Interregnum, yakni periode antara wafatnya seorang Paus dan terpilihnya pengganti.
Para kardinal Gereja Katolik dari seluruh dunia yang berusia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Vatikan untuk menggelar konklaf, pertemuan tertutup guna memilih Paus yang baru.
Biasanya, proses pemilihan berlangsung antara dua hingga tiga minggu. Namun, durasinya bisa lebih lama jika para kardinal belum mencapai kesepakatan terhadap satu calon tertentu. (dtc/dbs/muz)