JATENGPOS.CO.ID. JEPARA – Akvititas perluasan PLTU Tanjung Jati B Unit V dan VI mendapat ancaman dari masyarakat nelayan dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Jepara. Masyarakat akan melakukan aksi blockade, menyusul banyaknya persoalan yang dianggap merugikan nelayan dan belum ada penyelesaiannya.
Menurut Ketua Forum Nelayan (Fornel) Jepara Utara Sholikul Hadi di Jepara, Minggu, aksi tersebut akan digelar Senin (23/4) siang di perairan laut yang menjadi lokasi pengerukan (dredging) dan pembuangan material keruk (dumping) untuk kepentingan perluasan unit 5 dan 6 PLTU Tanjung Jati B.
Aksi tersebut, bakal digelar usai perwakilan Fornel menemui operator pelaksana proyek pembangkit yang diproyeksikan menambah kehandalan listrik kawasan Jawa dan Bali tersebut.
Rencana aksi blokade tersebut mengemuka saat kegiatan rembug Fornel dengan aktivis Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang digelar di kampung nelayan Desa Bumiharjo, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara yang dihadiri aktivis KIARA dan bakal caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dapil Jateng II, Hariyanto Arbi.
Sholikul mengatakan selama ini nelayan cukup bersabar dan menahan diri agar tidak ada aksi demo seperti tahun sebelumnya.
“Kami lebih memilih jalur komunikasi agar persoalan yang terjadi bisa diselesaikan dengan kekeluargaan,” ujarnya.
Hanya saja, pelaksana proyek PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 dianggap tidak memberikan respons dan menutup mata dengan persoalan yang terjadi hingga memancing kemarahan nelayan.
Kekecewaan nelayan kian meruncing lantaran praktik perbedaan perlakuan yang diterapkan pelaksana proyek untuk kelompok nelayan lain.
Semisal terkait alokasi dana CSR perusahaan untuk membantu kelompok nelayan.
Padahal Fornel yang beranggotakan sekitar 2.000 nelayan dengan 680 kapal juga berkontribusi besar sehingga proyek unit 5 dan 6 bisa berjalan, mengingat Fornel terlibat sejak awal proses penyusunan Amdal dua unit baru tersebut.
Akan tetapi, lanjut dia, yang diperoleh justru rentetan kekecewaan, meskipun nelayan menaati berbagai kesepakatan seperti terkait jarak aktivitas melaut.
“Ketika ada insiden jaring yang rusak mereka justru menuduh nelayan melanggar kesepakatan padahal faktanya jaring itu terseret arus laut. Parahnya mereka malah mengingkari jika pembuangan material tidak sesuai dengan titik yang ditentukan,” sesal Sholikul.
Rencana aksi blokade juga dipicu adanya insiden rusaknya jaring nelayan seiring aktivitas pengerukan dan pembuangan material keruk untuk kepentingan unit 5 dan 6 PLTU Tanjung Jati B.
Meskipun sudah terjadi lebih dari dua pekan lalu, hingga kini tidak terlihat itikad baik dari pelaksana proyek untuk membayar ganti rugi jaring yang rusak lantaran tertimbun material tersebut.
Wagisri, salah seorang nelayan menambahkan insiden rusaknya jaring nelayan seiring aktivitas pengerukan dan pembuangan material keruk untuk kepentingan unit 5 dan 6 PLTU terjadi lebih dari dua pekan, namun hingga kini tidak terlihat itikad baik dari pelaksana proyek untuk membayar ganti rugi jaring yang rusak lantaran tertimbun material.
Jaring yang rusak tersebut milik Sutomo, nelayan asal Dukuh Bayuran, Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Jepara dengan nilai kerugian sekitar Rp10,5 juta.
Akibat kejadian tersebut, lanjut dia, Sutomo yang merupakan adiknya itu kini tidak bisa melaut karena jaringnya tidak bisa diangkat lantaran masih tertimbun material.
Sementara itu, Hariyanto Arbi menyampaikan rasa simpati dan komitmennya membantu perjuangan Fornel.
“Mudah-mudahan nantinya ada solusi terbaik yang sama-sama mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak,” ujar Hariyanto yang merupakan mantan juara dunia bulutangkis.
Ia berharap komitmen para nelayan untuk menggelar aksi damai dan tidak anarkis.
Pelaksana proyek, kata Hariyanto, semestinya bisa memenuhi tuntutan nelayan karena itu bagian hak mereka.
“Jangan sampai proyek strategis nasional ini ternodai dengan insiden rusaknya jaring nelayan,” ujarnya.
Anggota KIARA Sukarman mengatakan selain rencana aksi blokade, KIARA juga siap mendampingi nelayan terkait isu-isu lain yang terjadi di perairan Laut Jawa, seperti aktivitas pengambilan terumbu karang karena di satu sisi ada regulasi yang melarang, namun sisi lain ada juga ketentuan yang memperbolehkan meski dengan batasan tertentu.
“Advokasi akan terus kami lakukan, termasuk jika persoalan ini harus dibawa ke Jakarta. Kami akan memfasilitasi karena persoalan ini lintas kementerian,” tandas Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang tersebut. (ant/udi/muz)