JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan pengumpulan pajak dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sampai dengan 9 Maret 2022 sudah berhasil mencapai sebanyak Rp2,8 triliun. Pencapaian tersebut berasal dari sekitar 21.000 wajib pajak yang secara sukarela mengikuti program PPS.
“Total sudah ada 21.000 yang mengikuti PPS dan uang yang terkumpul hampir mencapai Rp 3 triliun, yakni sudah Rp 2,8 triliun,” kata Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak, dalam Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, di Hotel Tentrem Semarang, Kamis (10/4/2022), dan dihadiri oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani.
Suryo berharap, program yang sangat singkat sampai bulan Juni 2022 dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para wajib pajak, untuk segera melaporkan secara sukarela harga yang belum dilaporkan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta masyarakat dan para pengusaha untuk tidak takut membayar pajak. Apalagi, saat ini sedang ada Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dalam rangka reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Bapak ibu, UU ini nggak susah. Gampang tinggal dilakukan. Maka jangan takut,” kata Ganjar dalam sambutannya.
Ganjar pun berseloroh jika banyak wajib pajak yang takut bertemu dengan Menkeu Sri Mulyani.
“Saya mau tanya, kalau dengar pajak dan mbayar itu seneng apa senep? Seneng? Lho itu lah cinta NKRI,” ujar Ganjar disambut riuh peserta yang hadir tak terkecuali Sri Mulyani.
Ganjar mengatakan, sosialisasi UU HPP menjadi penting karena masyarakat mesti tahu bahwa pemerintah juga memberikan insentif perpajakan. Yakni PPS atau Tax Amnesty jilid dua.
“Kalau dulu ada tax amnesty. Sekarang ini (PPS), eh kamu yang ketinggalan yang mana segara kamu catatkan. Sehingga membangun kesadaran untuk membayar pajak ini jadi sangat penting,” ujarnya.
Ganjar juga meyakinkan masyarakat untuk bisa mengakses langsung ke kantor pajak jika tidak paham. Menurutnya, kantor pajak saat ini pelayanannya sangat baik.
“Sehingga kita harapkan nanti bayar pajak optimal, terus kemudian pembangunannya cepat, bisa dicover dari APBN, pendapatan pajak,” tukasnya.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam kesempatan tersebut menyinggung soal reformasi perpajakan. APBN perlu disehatkan tidak hanya untuk pemulihan ekonomi, tapi juga menyehatkan banyak hal.
“Situasi pandemi dan krisis ini bisa dijadikan satu kesempatan untuk reformasi. Krisis jadi kesempatan untuk membangun pondasi lebih baik. Sistem demokrasi dan multi partai masih bisa punya kesamaan visi untuk membangun,” ujarnya.
Menurutnya, dibutuhkan ide bagaimana memperkuat pondasi perpajakan Indonesia. Dan UU HPP ini menjadi salah satu cara membangun pondasi perpajakan agar lebih kuat.
“Tidak ada negara yang makmur kuat tanpa perpajakan. Konsekuensi bernegara bagi yang ingin membangun negaranya,” tandas Sri Mulyani.(aln)