Pasal Baru Jerat Henry Surya, Bos Indosurya Kembali Tersangka

DITAHAN: Henry Surya mengenakan baju tahanan dan kedua tangan diikat saat Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu menyampaikan pernyataan pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (16/3). ist/merdeka

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA– Jagad Indonesia kembali tertuju pada sosok Henry Surya (HS) yang banyak menilai sebagai orang kebal hukum. Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya itu kembali dijerat hukum setelah putusan Pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA) membebaskannya. Diduga bisnis investasi bodong yang dikumpulkan mencapai Rp 106 triliun.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kini menetapkan Pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya (HS) sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan membeberkan penetapan kembali Henry Surya (HS) dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Sebelumnya majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap Henry Surya.
“Tentang posisi kasus terhadap tersangka HS ini. Penyidik telah melakukan kegiatan penyidikan di mana pada sekitar tahun 2012, saudara HS ini sebagai Direktur Utama Indosurya Finance telah mengeluarkan suatu produk perbankan, itu MTN, medium term notes atau surat utang jangka menengah,” tutur Whisnu di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (16/3).
Menurut Whisnu, kala itu dilakukan peneguran oleh regulator bahwa perusahaan tidak boleh mengeluarkan MTN tersebut. Untuk itu, Henry Surya kemudian dengan niat jahatnya seolah-olah membuat koperasi yaitu KSP Indosurya.
“Kami telah menemukan petunjuk, bukti bahwa perbuatan atau Koperasi Indosurya tersebut cacat hukum. Makanya kami terapkan saudara HS ini dengan Pasal 263 pemalsuan surat, 266 pemalsuan akta autentik, dan Undang-Undang TPPU,” jelas dia.
Saat konferensi pers kemarin, Henry Surya mengenakan baju tahanan warna oranye saat kegiatan konferensi pers yang digelar Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Kamis (16/3). Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU dan pemalsuan dokumen KSP Indosurya, Henry ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
“Kami menetapkan saudara HS sebagai tersangka dan saudara HS akan ditahan di Bareskrim sih di Rutan Bareskrim 20 hari ke depan sejak tanggal 15 (Maret) kemarin hingga bulan April 2023,” jelasnya.
Adapun Henry Surya sebelumnya merupakan terdakwa dalam perkara penipuan investasi bodong KSP Indosurya. Dalam perkara itu, Henry divonis lepas karena dinilai melakukan perbuatan perdata, bukan pidana.
Whisnu menjelaskan, dalam penyidikan terkait pemalsuan dokumen dan TPPU tersebut, penyidik menemukan bahwa Henry terbukti melakukan pemalsuan dokumen terkait pendirian koperasi Indosurya. Ia menambahkan, penyidik telah mendengarkan keterangan 21 saksi di antaranya dari karyawan, pihak Kementerian Koperasi (Kemenkop) UMKM, dari ahli serta notaris terkait.
“Untuk itu saudara HS ini dengan niat jahatnya melakukan pembuatan yang seolah-olah membuat koperasi, koperasi Indosurya. Kami menemukan petunjuk bukti bahwa perbuatan atau koperasi Indosurya tersebut cacat hukum,” ujarnya.
Whisnu mengatakan, sejak dirikan, KSP Indosurya telah mengumpulkan dana masyarakat yang kurang lebih jumlahnya 106 triliun. Namun, ternyata KSP Indosurya gagal bayar pada 2020.
“Dan hasil itungan dari edit investigasi kerugian yang menjadi kerugian masyarakat totalnya sekitar Rp 15,9 T,” ujarnya. Selain itu, Whisnu menambahkan bahwa pihaknya sedang berupaya melakukan penyitaan aset senilai Rp 3 triliun dari Henry Surya. Koordinasi soal hal tersebut dilakukan bersama PPATK serta Kejaksaan.
“Nantinya kita berharap Rp 2,4 triliun yang sudah kita sita ditambah dengan aset yang akan kita dapatkan sebesar Rp 3 triliun, mudah-mudahan sekali, kepada para korban ini kita harapkan untuk kita bisa menindak pelaku kejahatan perkembangan ini dengan tegas dan tentunya kita akan mengembalikan kepada para korban,” tuturnya, dilansir dari Kompas.
Atas persangkaan itu, Henry dijerat soal tindak pidana pemalsuan dan atau tindak pidana menempatkan keterangan yang tidak sebenarnya dalam akta authentik dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) dan atau pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (kmp/muz)