JATENGPOS.CO.ID, KUDUS – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus mencatat inflasi (kenaikan harga barang dan jasa, red), di Kabupaten Kudus mengalami kenaikan hingga 0,16 persen pada September 2025. Angka tersebut secara month to month (m-to-m) atau dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni Agustus 2025.
‘’Artinya, secara rata-rata harga pada bulan September dibanding Agustus mengalami kenaikan sekitar 0,16 persen,’’ jelas Statistisi Ahli Madya BPS Kudus, Kusuma Agung Handaka, baru-baru ini.
Sambungnya, sedang inflasi year to date (ytd), yaitu perkembangan harga dari Januari hingga September 2025 dibandingkan dengan Desember 2024, berada di angka 1,58 persen. Sedangkan inflasi year on year (yoy) atau September 2025 dibanding September 2024, tercatat 2,68 persen.
Masih kata Kusuma, jika mengacu pada inflation targeting framework atau target Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), yakni di kisaran 2,5 persen plus minus 1. Dengan demikian inflasi Kudus masih berada pada level aman, yakni antara 1,5 sampai 3,5 persen.
Meski demikian, Kusuma mengingatkan potensi peningkatan harga di akhir tahun, terutama saat momentum libur sekolah dan perayaan hari besar keagamaan pada bulan Desember.
‘’Jika melihat tren tahun-tahun sebelumnya, indeks harga konsumen (IHK) cenderung naik di akhir tahun. Maka ini perlu dijaga, agar tidak terjadi lonjakan yang terlalu besar,’’ tandasnya.
Adapun komoditas yang menjadi penyumbang inflasi terbesar pada September 2025 diantaranya cabai merah sebesar 0,09 persen, daging ayam ras sebesar 0,08 persen, emas perhiasan sebesar 0,06 persen, sigaret kretek mesin sebesar 0,03 persen, dan telur ayam ras sebesar 0,02 persen.
Menurutnya, kenaikan komoditas tersebut, disebabkan faktor iklim yang terjadi selama September tahun ini. Khususnya pada komoditas hortikultura. Ketika banyak turun hujan, menyebabkan pola tanam petani bergeser dari palawija ke padi.
‘’Kondisi ini berdampak pada stok yang terbatas, sementara permintaan tetap tinggi. Barang yang mudah busuk saat musim hujan, juga memicu kenaikan harga di pasaran,’’ ungkapnya.
Faktor lain, kebijakan cukai juga berkontribusi pada kenaikan harga rokok, khususnya pada jenis sigaret kretek mesin (SKM). Permintaan terhadap rokok jenis SKM relatif tidak terpengaruh isu kesehatan maupun kenaikan harga. Namun, cukai dan kebijakan Perusahaan, membuat harga rokok terus naik.
‘’Dengan kondisi tersebut, BPS Kudus menekankan pentingnya pengendalian inflasi melalui koordinasi antarinstansi, menjaga pasokan pangan, serta pengawasan harga di pasar,’’ pungkasnya. (han/rit)