JATENGPOS.CO.ID, KUDUS – Tim peneliti gabungan dari Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS) Indonesia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melakukan ekskavasi penyelamatan fosil hewan purba, di Situs Patiayam turut Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
Dalam kegiatan penggalian tahap ketiga yang berlangsung sejak 4 November hingga 24 November 2025 ini, tim fokus pada penyelamatan fosil Gajah Purba (Elephas) yang diperkirakan berusia ratusan ribu tahun.
Peneliti dari BRIN, Rully Fauzi, menjelaskan lokasi penggalian kali ini terpusat di Situs Ngasinan atau kawasan Bukit Slumprit. Fosil yang ditemukan merupakan jenis hewan berbelalai (proboscid) dari spesies Elephas.
‘’Kami fokus pada temuan Elephas atau gajah purba,’’ tuturnya.
Kata Rully, kemungkinan fosil tersebut hidup di rentang waktu formasi Slumprit, yakni sekitar 500 ribu hingga 800 ribu tahun yang lalu. Diakui, Situs Patiayam memiliki keunggulan geologis.
‘’Kondisi lingkungan purba yang berkaitan dengan aktivitas vulkanisme Gunung Muria di masa lampau, membuat fosil-fosil di kawasan setempa cenderung terpreservasi dengan baik dan utuh dibandingkan situs lainnya,’’ katanya.
Sementara Koordinator Lapangan Ekskavasi CPAS Indonesia, Devi Ayorora Nasution, mengungkapkan ekskavasi kali ini, lanjutan dari penelitian sebelumnya. Penggalian ini bermula dari laporan warga pada tahun 2024, yang menemukan pecahan fosil kecil dan kemudian ditindaklanjuti dengan penggalian tahap pertama dan kedua.
‘’Ekskavasi ketiga ini fokus utamanya adalah konservasi dan penyelamatan (rescue). Karena kami sudah menemukan sebagian besar kerangka fosil gajah purba ini,’’ ungkap Devi.
Lebih lanjut, Devi menjelaskan strategi unik yang diterapkan tim dalam ekskavasi ini. Fosil asli yang telah diangkat, akan dibawa ke museum untuk perawatan dan perlindungan. Namun, agar nilai edukasi bagi masyarakat tidak hilang, tim peneliti menggantinya dengan replika yang diletakkan persis di lubang temuan aslinya.
‘’Kita meletakkan replika di lapangan. Tujuannya agar ketika pengunjung datang, mereka tetap bisa melihat dan mempelajari posisi fosil purba tersebut seperti saat pertama kali ditemukan, tanpa merusak fosil aslinya,’’ jelasnya.
Sambungnya, kegiatan ini diharapkan tidak hanya sekadar menyelamatkan benda bersejarah, tetapi juga mengembangkan potensi wisata edukasi di Kudus. Selanjutnya, tujuan akhir dari penggantian fosil dengan replika adalah untuk mengekspos hasil riset kepada publik.
‘’Harapannya, kedepan bisa dinikmati publik sebagai salah satu destinasi wisata edukasi di wilayah Situs Patiayam,’’ ujarnya.
Disisi lain, Devi berharap ke depannya Situs Patiayam dapat menjadi laboratorium lapangan yang efektif,’’Kami juga berharap situs ini bisa menjadi sarana pembelajaran dan edukasi nyata bagi masyarakat luas tentang kehidupan prasejarah,’’ tutup Devi. (han/rit)








